Ads

Minggu, 17 Januari 2021, Januari 17, 2021 WIB
Last Updated 2021-01-17T03:24:44Z
NASIONAL

Sempat Dirawat di PPS Tasikoki, Iskandar Merupakan Satwa Primadona

Iskandar, Orangutan (Pongo pygmaeus) yang berjenis kelamin jantan. (Doc. Foto:Yayasan ARSARI Djojohadikusumo)



JOURNALTELEGRAF
– Kabar duka menyelimuti segenap tim Pusat Suaka Orangutan ARSARI (PSO-ARSARI) yang berlokasi di area HGU PT. ITCI KU Group ARSARI di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Sabtu (16/01/2021).


Duka ini merupakan kehilangan besar bagi pencinta serta pegiat pelestari orangutan di awal tahun 2021 ini. 


Iskandar yang diselamatkan dari upaya perdagangan ilegal pada 30 Oktober 2004 silam dan mulai menempati kandang karantina di PSO-ARSARI setelah ditranslokasi dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki di Sulawesi Utara, sejak 3 Oktober 2019, hari ini telah berpulang setelah berhari-hari melawan sakit yang ia derita.


Iskandar, Orangutan (Pongo pygmaeus) yang berjenis kelamin jantan ini menghembuskan nafas terakhirnya menjelang dini hari pukul 1:32 WITA. Sebelumnya, Iskandar sudah mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan kesehatan yang langsung ditindaklanjuti oleh tim medis PSO-ARSARI yang bersiaga selama 8 hari berturut-turut tanpa henti.



Sekilas kronologis kematian Iskandar, menurut Odom, Manajer Operasional PSO-ARSARI, dimulai dengan termonitornya penurunan nafsu makan Iskandar pada 8 Januari 2021 dan sulitnya ia buang air besar.


Gejala pada Iskandar untuk saat itu diarahkan ke gangguan pencernaan, kembung dan konstipasi. Tim medis PSO-ARSARI terus berupaya memberikan terapi suportif dan simtomatik baik berupa oral maupun injeksi. 


“Iskandar hanya mau makan dan minum jika diberikan menggunakan tangan. Namun, jumlah makanan dan cairan yang masuk belum mencukupi kebutuhan tubuhnya. “Hal ini membuat kami akhirnya memutuskan untuk melakukan tindakan medis lebih lanjut yakni pembiusan pada tanggal 12 Januari 2021.”ungkap Odom. 


Tim medis PSO-ARSARI yang dipimpin oleh drh. Putu Suandhika mencoba untuk melakukan terapi cairan infus intravena, namun lanjutnya, hal tersebut tidak berhasil karena Iskandar tetap dapat menggerakkan tangannya meskipun obat bius sudah diberikan dengan dosis yang sesuai ditambah beberapa kali top up. 


Saat Iskandar dalam kondisi terbius, tim medis PSO-ARSARI berhasil mengambil sampel darah dimana hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa Iskandar mengalami kondisi yang mengarah ke adanya infeksi agen penyakit, namun belum dapat dipastikan. 


Pemeriksaan terhadap adanya malaria, hepatitis, A, B, dan C menunjukkan non reaktif, demikian pula rapid test Covid-19 menunjukkan hasil non reaktif. Pada 14 Januari 2021 kondisi Iskandar semakin melemah. Upaya memberikan cairan infus pun tidak berhasil.


“Dan akhirnya pada 16 Januari 2021, pukul 01.00 WITA, nafas Iskandar sangat berat dan dalam dengan frekuensi 18 x/menit. Suhu tubuh menurun ke angka 35,4⁰C. Pada pukul 01.32 WITA, Iskandar menghembuskan nafas terakhirnya.”pungkas Odom


Setelah kematian Iskandar, proses nekropsi akan segera dilakukan oleh tim medis independen yang ditunjuk oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur sesuai dengan prosedur yang berlaku. 


“Diagnosa Sementara akan segera disusun berdasarkan hasil nekropsi yang akan dilaksanakan sore hari ini,” jelas Ir. Sunandar T.N., MM, Kepala BKSDA Kalimantan Timur. 


Selanjutnya “Diagnosa Definitif akan disusun setelah didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap berbagai sampel darah dan organ yang didapatkan dari nekropsi,” pungkasnya.


Secara terpisah, Catrini Kubontubuh, Direktur Eksekutif Yayasan ARSARI Djojohadikusumo (YAD) selaku pengelola PSO-ARSARI mengungkapkan keprihatinannya. 


“Kematian Iskandar merupakan sebuah kehilangan yang besar bagi kita semua. Terlebih lagi mengingat rencana besar YAD bersama BKSDA Kaltim melalui PSO-ARSARI akan membangun pulau suaka bagi orangutan di Pulau Kelawasan, Kabupaten Penajam Paser Utara yang belum terwujud.” tutur Catrini.


“Kami sangat berterima kasih atas kerja keras tim PSO-ARSARI dalam merawat Iskandar. Diagnosa penyakit orangutan perlu dicermati dengan teliti apalagi di masa pandemi ini sehingga bisa menjadi  pembelajaran bagi semua pihak dalam upaya pelestarian satwa liar Indonesia, khususnya orangutan.” pesan Wiratno, Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 


Apresiasi ini disambut baik oleh Hashim Djojohadikusumo, Ketua YAD sekaligus CEO PT ITCI KU Group ARSARI yang secara terpisah mengungkapkan penghargaan atas kepercayaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Semoga kegiatan pelestarian satwa liar ini dapat terus ditingkatkan ke depan.


Dilansir melalui Siaran Pers Yayasan ARSARI Djojohadikusumo.


Editor: Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar