Ads

Senin, 29 Juni 2020, Juni 29, 2020 WIB
Last Updated 2020-06-29T14:38:20Z
DPRD Kota BitungPemkot BitungStadion Duasudara

Saksi Hidup Stadion Duasudara Angkat Suara


Foto: (Alfonds/JT) Stadion Duasudara, fasilitas pemerintah kota bitung, dijadika warga untuk sarana olahraga dan tempat favorit bagi para fotographer

JOURNALTELEGRAF – Pembayaran lahan Stadion Duasudara, masih terus menguat serta menyisakan banyak cerita, lahan tersebut terletak di Kelurahan Manembo-Nembo, Kecamatan Matuari Kota Bitung.

Lahan yang bernilai Rp. 5.1 Miliar, yang telah dibayarkan oleh Pemkot Bitung, atas kesepakatan bersama oleh pemilik sertifikat yang diketahui atas nama mantan pejabat tinggi Sulawesi Utara yakni Sinyo Harry Sarundayang (SHS) di beberapa pekan lalu, ternyata telah dilakukan pembayaran kepada pemilik lahan yakni Keluarga Luntungan-Wulur pada tahun 1986-1989 dengan menggunakan sistem bertahap dengan nilai Rp. 500,- per meter. 

Mantan pejabat Bupati Minahasa Selatan, Ramoy Markus Luntungan (RML), yang merupakan saksi hidup, mengetahui secara pasti terkait pembayaran lahan tersebut, serta membeberkan sejumlah fakta.
Ramoy mengatakan, pada saat pembayaran lahan waktu itu, dirinyalah yang mengurus bahkan membayar kepada pemilik lahan Stadion Duasudara pertama.

“Saya masih ingat proses pembayaran lahan tersebut kepada Keluarga Luntungan-Wulur, karna pada waktu itu saya menjabat sebagai Camat, serta saya sendiri yang mengurus prosesnya sampai lahan tersebut dibayarkan pada waktu jaman Kepemimpinan SHS,” ungkap Ramoy.

Dirinya juga menjelaskan, kala itu lahan tersebut sudah resmi milik Pemerintah Daerah, karna saya sendiri yang menemui langsung pemilik lahan sehingga terjadi pembayaran.

“Jika kedepannya terjadi proses hukum, saya siap apabila diminta untuk bersaksi, akan saya uraikan sejarah proses pembayaran pada waktu itu,” ungkapnya.

Sementara itu, Santje Pateh (76), salah satu saksi hidup selaku pemilik lahan, turut menceritakan asal muasal pembelian serta pembangunan Stadion Duasudara.

“Waktu itu yang datang Lurah Yetty (Watuna-Lengkong), beliau menanyakan kalau tanah (lahan Stadion Duasudara.red) akan dijual, pada waktu itu diantara tahun 1987 atau 1988,” ujar Sanjte.

Sanjte melanjutkan jika waktu itu, Camat Ramoy Markus Luntungan (RML), sempat datang untuk membujuk akan membeli tanah tersebut yang mewakili Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung.

“Awalnya saya memang tidak akan menjual tanah tersebut, karna tanah sebesar 1,4 Hektar, sangat penting bagi keluarga kami, namun dikarenakan atas penyampaian yang akan membeli adalah Pemkot Bitung saya berubah pikiran, dimana ada tanah lainnya yang bersebelahan dengan tanahnya akan dibebaskan oleh Pemkot Bitung,” ujarnya.  

“Karena untuk kepentingan umum dan pembangunan stadion olahraga, dan kalau sudah jadi stadion bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, berdasarkan alasan itu saya menyetujui untuk dijual,” lanjutnya.

Meski sudah setuju, antara Santje dan Yetty sempat terjadi tawar-menawar harga pembelian. Santje meminta per meter lahan tersebut dihargai Rp1.000, namun oleh Yetty ditawar hanya Rp500. Alasannya penawaran tersebut sesuai kemampuan keuangan daerah.

"Saya sempat bercanda dan bilang, tanah saya masih lebih mahal beli pisang goreng. Tapi karena untuk kepentingan umum tidak apa-apa. Jadilah tanah itu dibeli Rp6.250.000," sebut pensiunan guru ini," ungkapnya.

Santje menegaskan jika pembayaran tersebut menggunakan uang negara.  seingatnya pembayaran waktu itu dilakukan oleh pejabat di bagian keuangan Pemkot Bitung.

"Namanya Pak Korua, orangnya tidak terlalu tinggi. Jadi waktu itu saya bertemu Pak Walikota, Pak Sarundajang, kemudian saya di suruh bertemu dengan Pak Korua. Pak Korua inilah yang melakukan pembayaran di Kantor Walikota. 

Makanya kalau dibilang bayar pakai uang pribadi, saya pikir itu tidak mungkin. Kan dari awal sudah dibilang pemerintah yang akan membeli. Lagipula buktinya pembayaran dilakukan pejabat pemerintah. Kalau tidak salah Pak Korua ini bendahara waktu itu," pungkasnya.

Dirinya pula menerangkan, Ia sudah mendengar jika Pemkot Bitung melakukan pembebasan atas lahan itu, dirinya pun sangat prihatin dengan fakta tersebut, serambi menegaskan kalau tahu kejadiannya akan seperti ini, ia mengaku tidak akan menjual lahan tersebut.

"Itu berarti penipuan. Sudah pernah dibayar pemerintah tapi dibayar ulang. Saya jadi menyesal menjual tanah itu. Katanya untuk kepentingan umum tapi kenapa sekarang dibayar lagi," ungkap Sanjte.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Anita Lomban sebelumnya sempat mengatakan jika Pemkot Bitung sudah membayar tanah baru-baru ini sebesar 5,1 miliar dari Total 10,2 miliard hasil penentuan pihak Aparsial.

“Pekan lalu pemkot sudah membayar tanah tersebut kepada pemiliknya sesuai nama yang tertera disertifikat sebesar 5,1 Miliard dari total 10,2 Miliard dan kemungkinan akan dilakukan pergeseran anggaran untuk pelunasannya,” terang Lomban.

Dia juga mengatakan jika pembayaran itu diberikan kepada pemilik lahan atas nama Sarundajang.

"Pemilik seperti yang tertera dalam Sertifikat yaitu Sinyo H Sarundajang," bebernya.

Reporter / Editor : Alfonds Wodi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar