Ads

Selasa, 30 Juni 2020, Juni 30, 2020 WIB
Last Updated 2020-06-30T13:31:12Z
Pemkot BitungStadion Duasudara

Hasil Uang Restribusi Pasar Bayar Stadion Duasudara


Foto: (istimewa) Akses masuk utama Stadion Duasudara Kota Bitung


JOURNALTELEGRAF – Aset Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung, senilai Rp. 10.2 Miliar yang telah dibayar setengah dari jumlah total tersebut atas kepemilikan atas nama Sinyo Harry Sarundajang terus menuai kerit dari sejumlah pemilik lahan pertama. 

Stadion Duasudara yang merupakan aset Kota Bitung dan merupakan kebanggaan masyarakat, seharunya sudah menjadi aset Pemkot Bitung sejak tahun 1987, yang kini dibayarkan lagi oleh Pemerintahan Max Lomban dan Maurits Mantiri pada waktu kepemimpinan Walikota Bitung, Sinyo Harry Sarundajang karena telah dilakukan pembayaran kepada pemilik pertama, Keluarga Santje Pateh dan Keluarga Luntungan – Wulur. 

Erwin Luntungan salah satu ahli waris dan anak dari Keluarga Luntungan, kali ini membeberkan sejumlah fakta terkait sejarah pembayaran lahan Stadion Duasudara kepada sejumlah awak media. Senin (29/06/2020).

“Tahun 1986 – 1989, Pemkot Bitung telah melakukan pembayaran lahan tersebut, waktu itu Kota Bitung masih berstatus Kotamadya, dan salah satu syaratnya harus memiliki fasilitas olahraga,” ungkap Erwin.

Dirinya melanjutkan, kedua Orang Tuanya ingin membantu pemerintah dalam mewujudkan Bitung menjadi Kotamadya, sehingga dilakukan negosiasi antara Orang Tuanya dan Pemerintah diwaktu itu.

“Pada saat itu Orang Tua saya bekerja sebagai pegawai pemerintah, serta keinginan dan hasratnya untuk melihat Kota Bitung lebih maju, maka proses negosiasi itu pun berhasil sehingga terjadi jual beli lahan tersebut, ini dikarenakan atas lobi-lobi oleh saudara kami Ramoy Markus Luntungan (RML) yang pada waktu itu menjabat sebagai Camat,” lanjut Erwin.

Erwin menambahkan, sebagai Anak dari Keluarga Luntungan – Wulur, tentunya mengetahui sejarah pembayaran lahan tersebut, dengan metode pembayaran dicicil.

“Pembayaran waktu itu, menggunakan uang  hasil retribusi pasar, serta ada sebagian uang koin dan beberapa pecahan Rp. 5000 ribu pada waktu itu,” bebernya sat di hubungi via telepon.

Untuk nilai nominalnya saya kurang ingat, kalu tidak salah sekitar Rp. 3.500 per meternya, dan saat ini saya tak habis pikir kenapa Pemkot Bitung harus membayarkan kembali.

“Saya heran kenapa Pemkot Bitung, harus membayarkan kembali? Padahal lahan tersebut telah resmi menjadi aset Pemkot Bitung,” tutup Erwin.

Reporter / Editor : Alfonds Wodi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar