Ads

Kamis, 20 Februari 2020, Februari 20, 2020 WIB
Last Updated 2020-02-20T12:01:32Z
Opini

PHP Pemerintah Soal Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Papua

JOURNALTELEGRAF - Pernyataan "basi" kembali disampaikan Menkopolhukam menyoal penuntasan kasus pelanggaran HAM di Paniai dengan kalimat yang kurang meyakinkan pada laman Kompas. com dengan Judul : "Mahfud MD Pastikan Kejagung Tindaklanjuti Hasil Penyelidikan Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai" pada hari rabu, 19 Februari 2020 kemarin. Entah ada "angin" apa sehingga kasus ini kembali di sebut - sebut, Sebab hal ini jika dijadikan agenda setting untuk mengalihkan perhatian publik terhadap isu - isu krusial semisal Omnibus Law yang salah ketik ataupun pernyataan kepala BPIP soal Agama adalah musuh terbesar Pancasila, dll tentu sangat tidak menarik. sebab sejak tahun 1963 hingga saat ini tercatat ada sekitar 15 operasi militer di lakukan di Papua. Menurut catatan Human Rights Watch, Papua merupakan daerah yang paling lama menjadi daerah operasi militer. entah berapa ribu jiwa yang telah menjadi korban akibat dari kebijakan militer, dan sampai saat ini kasus ini masih bergentayangan ibarat "Arwah Penasaran" yang menggantung tanpa kejelasan. kalau masih ada yang mengatakan hal tersebut bukan pelanggaran HAM tentu biadab.

foto: (istimewa) Imam Alfian (kiri)

Tentu kami tidak yakin dengan kesungguhan pemerintah yang menyampaikan lewat mulut pak Mahfud MD Menko Polhukam. sebab sejauh negara ini berjalan dapat di katakan kasus - kasus pelanggaran HAM di Indonesia tidak memiliki masa depan atau kepastian hukum. banyak peristiwa - peristiwa yang sengaja di "SKIP" dengan alasan menjaga kondusifitas keamanan dalam negri apalagi soal Papua yang sejarah integrasinya masih menjadi tanda tanya besar tentu jika di buka dapat mengancam keadaulatan NKRI itupun jika di pahami sebagai ancaman, sebab selama ini paradigma itu yang selalu di pupuk negara akibatnya pendekatan militer di gunakan dalam menjaga kondisi tetap aman daripada pendekatan humanistik. tidak ada ruang - ruang komunikasi politik yang lebih dialogis yang di buka dalam rangka rekonsiliasi. sebab orang papua sebagai sebuah entitas bangsa perlu di komunikasikan kembali ketika negara berbicara tentang Kedaulatan yang di dalam ada bangsa papua yang proses Integrasinya secara historis "dipaksakan" identitasnya menerima menjadi Indonesia.


PHP demi PHP terus di sampaikan pemerintah dari rezim ke rezim yang silih berganti menyoal tentang penuntasan kasus - kasus pelanggaran HAM Berat di Papua yang semua itu hanya menjadi Harapan Palsu. Sebelas Kali Presiden Joko Widodo bolak - balik berdialog dengan masyarakat papua melahirkan kebijakan Pembangunan Infrastruktur yang begitu luar biasa di papua. sementara di pedalaman Organisasi OPM terus melakukan gencatan senjata dengan TNI. apakah pembangunan menjadi solusi dalam mengatasi konflik papua, tentu tidak semuanya benar. sebab gerakan perlawanan adalah soal Idealisme yang hanya bisa di komunikasikan lewat pendekatan Sosio - kultural.

Akhirnya air mata korban masih terus berjatuhan sementara pelaku sibuk bermain catur dalam menentukan nasib manusia Papua, Pion yang berjalan maju dengan lantang di makan oleh kuda yang sulit di prediksi langkahnya lantas apa yang bisa kita banggakan ketika meneriakkan Nasionalisme tanpa ada jaminan keadilan sosial, hukum, dan Politik di Negara ini. dimana - mana para penguasa di negri ini berbicara kemanusiaan ketika hendak mempunyai kepentingan politik, tetapi lagi - lagi hanya isapan jempol kaki saja. Terlalu banyak kalimat "PHP" yang keluar dari mulut mereka yang manis.

Penulis : Imam Alfian
(Kordinator Pusaran Papua/
Ketua DPP IMM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar