Ads

Jumat, 07 Februari 2020, Februari 07, 2020 WIB
Last Updated 2020-02-07T09:56:58Z
NASIONAL

GMNI Sesalkan Pemindahan 7 Tahanan Politik Papua, Dinilai Tidak Melihat Sisi Kemanusiaan

JOURNALTELEGRAF-Sejak jatuhnya pemerintahan otoriter Presiden Soeharto pada 1998. Hal ini membuat kemajuan penting dalam memperkuat demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Diantaranya, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Foto : Dody Murah Wakil Ketua Bidang Perundang Undangan dan Advokasi Kebijakan DPP GMNI


“Kriminalisasi menjadi salah satu yang kini kerap terdengar di ruang publik. Kata kriminalisasi terucap kali ini pada perkara 7 tahanan politik Papua,” ucap Dody Nugraha, Wakil ketua Bidang Perundangan-undang dan Advokasi Kebijakan, DPP GMNI 2019-2022. Jumat (07/02)2020.

Kronologis kejadian menurut Dody Tanggal (14/07)2019 mahasiswa Papua berdiskusi membahas Newyork Agreement dikarenakan keesokan siangnya mereka berencana melakukan aksi di Surabaya. Tanggal (15/07) 2019 ditemukan bendera Merah Putih dalam keadaan lusuh di parit depan asrama mahasiswa Papua oleh masyarakat yang kemudian memancing kemarahan masyarakat dan beberapa ormas.

Terjadi pelemparan batu dan ucapan ucapan pengusiran terhadap mahasiswa Papua.

Namun ada sedikit kejanggalan, Dody menambahkan berdasarkan pengakuan Mahasiswa mereka tidak ada memasang Bendera Merah putih di depan asrama mereka.

“Alhasil mereka batal melaksanakan aksi karena intimidasi dan diskriminasi rasial dari masyarakat sekitar (19/07) 2019, Kejadian di Surabaya ini memancing keresahan mahasiswa dan masyarakat papua. Respon dari tragedi surabaya memancing protes besar-besaran di Papua.” Tambahnya.

Manokwari menjadi daerah yang pertama kali melaksanakan aksi protes, aksi ini diprakarsai oleh mahasiswa yang kemudian merangkul kelompok masyarakat. Aksi berjalan lancar dan damai. Aksi terus meluas ke berbagai daerah di Papua.

(29/07) 2019 puncak demonstrasi di papua, terjadi di kota Jayapura. Aksi menciptakan bentrok berkepanjangan. September 2019 beberapa orang yang dianggap berperan dalam aksi protes pertama di papua dianggap bertanggung jawab atas segala kerusuhan yang terjadi di papua. Serta terlontar secara verbal ucapan referendum dan Papua merdeka, oleh karena itu gerakan penentangan rasisme mulai di framing sebagai upaya Makar.

“Mereka ditangkap tidak dalam kondisi aksi (tangkap tangan) melainkan penjemputan oleh pihak kepolisian namun tanpa surat penangkapan,” sesalnya.

Hingga saat ini 7 Tahanan Politik Papua dipindahkan ke Kota balikpapan dengan alasan keamanan.

Menurutnya penilaian kepolisian ini terlalu subjektif dikarenakan beberapa persidangan telah dilaksanakan di papua dan berjalan lancar tanpa kerusuhan. Selain itu, pemindahan ini menyalahi kewenangan relatif pengadilan negeri, para tapol tak seharusnya bersidang di kota balikpapan, karena kota balikpapan bukan merupakan wilayah tempat terjadinya perkara.

“Secara penerapan bedasarkan Pasal 85 KUHAP terhadap kasus dari 7 Tahanan Politik Papua tidak sesuai prosedur dan ini masuk pada kategori dugaan tindakan mal administrasi sebab di lakukan oleh pejabat yang tidak diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan pemindahan tempat diadili, 7 Tahanan Politik Papua atas fakta dari kondisi Persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura sejak bulan Oktober 2019 - Februari 2020 berjalan dengan aman damai tanpa hambatan apapun. Dengan demikian dapat disimpulkan Pengadilan Negeri Balikpapan tidak mempunyai wewenang mengadili perkara 7 Tahanan Politik Papua,” terang Dody.

Maka dapat disimpulkan, bahwa 7 Tahanan Politik Papua ini adalah korban kriminalisasi, sebagaimana yang telah diketahui publik dalam menyampaikan aspirasi politiknya, selain dari itu 7 Tahanan Politik Papua ini akan sidang perdana otomatis keluarga ke 7 Tahanan Politik Papua ini pasti ingin menghadiri secara langsung proses yang menempa 7 Tahanan Politik Papua ini.

“Maka kami bersikap secara tegas, yang pertama Hentikan Kriminalisasi atas 7 Tahanan Politik Papua, dan Bebaskan, danyang kedua Tindak pengadil Hukum yang sudah dengan sewenang-wenang memindahkan wilayah untuk mengadili perkara 7 Tahanan Politik Papua ini,” pungkasnya.

(Inchk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar