Ads

Selasa, 30 Maret 2021, Maret 30, 2021 WIB
Last Updated 2021-03-30T05:25:05Z
BITUNG

Praper AGT, Jacobus: Kriminalisasi Kesalahan Administrasi

 

Situasi sidang praper terhadap tersayang AGT di PN Bitung. (Foto: Istimewa)

 


JOURNALTELEGRAF
– Sidang praperadilan (Praper) oleh pemohon AGT alias Andreas melalui tim kuasa hukumnya terhadap termohon Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung, perihal kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam penetapan tersangka kepada AGT oleh pihak termohon.

 

Praper tersebut digelar di ruangan sidang Prof Dr H M Hatta Ali SH MH yang dipimpin oleh Hakim tunggal Rustam SH MH selaku wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bitung, dengan agenda pemeriksaan saksi pemohon dan termohon. Senin (29/03/2021).

 

Terpantau oleh media ini, sidang ke empat kali ini dimulai sekitar pukul 11:30 Wita dan berakhir pada pukul 21:30 Wita, yang menghadirkan saksi dari pihak pemohon saudara Dr Dani Pinasang SH MH selaku Ahli Hukuman Administrasi Negara dan Alhi Hukum Pidana Michael Barahama SH MH serta pihak termohon menghadirkan 4 orang ASN dan 2 orang rekanan serta satu Ahli Auditor BPKP RI perwakilan Sulut, Nasrulah SE A.k.

 

Dalam pemeriksaan Ahli Hukum Administrasi Negara ini menyampaikan, dalam kasus yang dialami oleh AGT tidaklah tepat ketika kasus ini di arahkan ke pidana karena bukan di rana Tipikor melainkan dandi rana Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 

“Sesuai dengan UU persoalan ini adalah kesalahan Administrasi dan penyelewengan kewenangan jabatan adalah rananya PTUN bukannya Tipikor. Hal ini pun di atur dalam UU 30 tahun 2014 dan PP nomor 12 tahun 2017 dimana setiap dugaan penyelewengan yang menyebabkan kerugian negara haruslah melibatkan Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) diawalnya sehingga dapat diselesaikan secara Administrasi terlebih dahulu,” ungkap Pinasang.

 

Keterangan lain disampaikan oleh Ahli Hukuman Pidana, penetapan tersangka atas AGT dalam dugaan Tipikor tanpa adanya kerugian Negara menurutnya tidaklah tepat dimana harus adanya penetapan besaran kerugian Negara berdasarkan hasil audit BPK.

 

“Dalam penetapan tersangka, kiranya harus memiliki bukti-bukti yang nyata berdasarkan audit BPK. Dimana penetapan tersangka terhadap seseorang harus adanya tafsiran kerugian Negara bukannya mengacu pada potential loss, jika potensi kerugian di jadikan acuan maka akan banyak pejabat yang bakal dijadikan tersangka,” terang Barahama.

 

Hal lain yang disampaikan oleh Auditor BPKP RI Perwakilan Sulut, mekanisme auditor dalam lembaganya serta menegaskan ketika terjadi kesalahan administrasi harus diselesaikan secara administrasi dengan di dukung oleh bukti-buktinya.

 

“Untuk membuktikan seseorang ataupun suatu Badan Usaha atau Badan Hukum yang telah melakukan pengadaan harus memenuhi beberapa unsur, seperti Kontrak, Berita Acara Serah Terima dan Faktur Pembelian serta Bukti Transfer atau Bukti Pembayaran,” ujar Nasrulah.

 

Sementara itu, salah satu tim kuasa hukum AGT Michael Jacobus SH MH, sesuai dengan keterangan Ahli yang kami hadirkan bahwa keterlibatan APIP merupakan lembaga yang memiliki kewenangan sesuai dengan amanah UU.

 

“Sesuai dengan pasal 20 UU nomor 30 tahun 2014 terhadap penyalahgunaan wewenang maka APIP adalah lembaga yang diberikan atribusi atau kewenangan melakukan pengawasan bukan langsung ke Kejaksaan. Itu yang saya tangkap sesuai apa yang disampaikan oleh Ahli,” ujar Jacobus saat di temui awak media usai sidang praper dilaksanakan.

 

Jacobus melanjutkan hal yang sama disampaikan oleh ahli lain yang menerangkan bahwa penyelidikan adalah bagian dari perangkaian tindakan penyidik, penyelidik untuk membuat terang sebuah peristiwa pidana.

 

“Apa yang menjadi amanah UU untuk berkoordinasi dengan APIP itu merupakan syarat formal yang harus diikuti dan ini merupakan sesuatu yang wajib. Oleh karena itu seharusnya APIP dapat menilai ini  ketika ada prosedur dalam penyelidikan terjadi cacat hukum maka seharusnya penetapan tersangka harusnya cacat hukum,” tegas Jacobus.

 

Lanjutnya, “Penetapan tersangka adalah produk dari penyelidikan dan penyidikan. Pihak termohon hingga sampai saat ini belum dapat membuktikan hasil audit LHP, audit investigatif, audit forensik untuk membuktikan kerugian negara jadi kasus ini adalah kasus Administratif bukan kasus pidana,” terangnya.

 

Sebelum mengakhiri wawancara Jacobus mewanti-wanti jangan sampai perkara ini berujung pada KRIMINALISASI KESALAHAN ADMINISTRASI.

 

“Mantan Bendahara di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, adalah Justice Collaborator sesuai dengan keterangan saksi lain yang merujuk pada Bendahara. Dalam mata anggaran yang di perkarakan Kadis dilibatkan sementara keterlibatan dan peran Bendahara sangat jelas dan ironisnya rekanan penyedia bahkan tidak pernah menjumpai dengan seorang kadis (AGT. Red) ini namanya tebang pilih,” pungkas Jacobus.

 

Editor: Alfonds Wodi

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar