Situasi sidang praper terhadap tersayang AGT di PN Bitung. (Foto: Istimewa) |
JOURNALTELEGRAF – Sidang praperadilan (Praper) oleh pemohon
AGT alias Andreas melalui tim kuasa hukumnya terhadap termohon Kejaksaan Negeri
(Kejari) Bitung, perihal kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam penetapan
tersangka kepada AGT oleh pihak termohon.
Praper tersebut digelar di ruangan sidang Prof Dr H M Hatta Ali
SH MH yang dipimpin oleh Hakim tunggal Rustam SH MH selaku wakil Ketua Pengadilan
Negeri (PN) Bitung, dengan agenda pemeriksaan saksi pemohon dan termohon. Senin
(29/03/2021).
Terpantau oleh media ini, sidang ke empat kali ini dimulai sekitar
pukul 11:30 Wita dan berakhir pada pukul 21:30 Wita, yang menghadirkan saksi dari
pihak pemohon saudara Dr Dani Pinasang SH MH selaku Ahli Hukuman Administrasi Negara
dan Alhi Hukum Pidana Michael Barahama SH MH serta pihak termohon menghadirkan 4
orang ASN dan 2 orang rekanan serta satu Ahli Auditor BPKP RI perwakilan Sulut,
Nasrulah SE A.k.
Dalam pemeriksaan Ahli Hukum Administrasi Negara ini menyampaikan,
dalam kasus yang dialami oleh AGT tidaklah tepat ketika kasus ini di arahkan ke
pidana karena bukan di rana Tipikor melainkan dandi rana Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN).
“Sesuai dengan UU persoalan ini adalah kesalahan Administrasi
dan penyelewengan kewenangan jabatan adalah rananya PTUN bukannya Tipikor. Hal ini
pun di atur dalam UU 30 tahun 2014 dan PP nomor 12 tahun 2017 dimana setiap dugaan
penyelewengan yang menyebabkan kerugian negara haruslah melibatkan Aparat Pengawasan
Interen Pemerintah (APIP) diawalnya sehingga dapat diselesaikan secara Administrasi
terlebih dahulu,” ungkap Pinasang.
Keterangan lain disampaikan oleh Ahli Hukuman Pidana, penetapan
tersangka atas AGT dalam dugaan Tipikor tanpa adanya kerugian Negara menurutnya
tidaklah tepat dimana harus adanya penetapan besaran kerugian Negara berdasarkan
hasil audit BPK.
“Dalam penetapan tersangka, kiranya harus memiliki bukti-bukti
yang nyata berdasarkan audit BPK. Dimana penetapan tersangka terhadap seseorang
harus adanya tafsiran kerugian Negara bukannya mengacu pada potential loss, jika
potensi kerugian di jadikan acuan maka akan banyak pejabat yang bakal dijadikan
tersangka,” terang Barahama.
Hal lain yang disampaikan oleh Auditor BPKP RI Perwakilan Sulut,
mekanisme auditor dalam lembaganya serta menegaskan ketika terjadi kesalahan administrasi
harus diselesaikan secara administrasi dengan di dukung oleh bukti-buktinya.
“Untuk membuktikan seseorang ataupun suatu Badan Usaha atau Badan
Hukum yang telah melakukan pengadaan harus memenuhi beberapa unsur, seperti Kontrak,
Berita Acara Serah Terima dan Faktur Pembelian serta Bukti Transfer atau Bukti Pembayaran,”
ujar Nasrulah.
Sementara itu, salah satu tim kuasa hukum AGT Michael Jacobus
SH MH, sesuai dengan keterangan Ahli yang kami hadirkan bahwa keterlibatan APIP
merupakan lembaga yang memiliki kewenangan sesuai dengan amanah UU.
“Sesuai dengan pasal 20 UU nomor 30 tahun 2014 terhadap penyalahgunaan
wewenang maka APIP adalah lembaga yang diberikan atribusi atau kewenangan melakukan
pengawasan bukan langsung ke Kejaksaan. Itu yang saya tangkap sesuai apa yang disampaikan
oleh Ahli,” ujar Jacobus saat di temui awak media usai sidang praper dilaksanakan.
Jacobus melanjutkan hal yang sama disampaikan oleh ahli lain
yang menerangkan bahwa penyelidikan adalah bagian dari perangkaian tindakan penyidik,
penyelidik untuk membuat terang sebuah peristiwa pidana.
“Apa yang menjadi amanah UU untuk berkoordinasi dengan APIP itu
merupakan syarat formal yang harus diikuti dan ini merupakan sesuatu yang wajib.
Oleh karena itu seharusnya APIP dapat menilai ini ketika ada prosedur dalam penyelidikan terjadi
cacat hukum maka seharusnya penetapan tersangka harusnya cacat hukum,” tegas Jacobus.
Lanjutnya, “Penetapan tersangka adalah produk dari penyelidikan
dan penyidikan. Pihak termohon hingga sampai saat ini belum dapat membuktikan hasil
audit LHP, audit investigatif, audit forensik untuk membuktikan kerugian negara
jadi kasus ini adalah kasus Administratif bukan kasus pidana,” terangnya.
Sebelum mengakhiri wawancara Jacobus mewanti-wanti jangan sampai
perkara ini berujung pada KRIMINALISASI KESALAHAN ADMINISTRASI.
“Mantan Bendahara di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, adalah Justice Collaborator sesuai dengan keterangan saksi lain
yang merujuk pada Bendahara. Dalam mata anggaran yang di perkarakan Kadis dilibatkan
sementara keterlibatan dan peran Bendahara sangat jelas dan ironisnya rekanan penyedia
bahkan tidak pernah menjumpai dengan seorang kadis (AGT. Red) ini namanya tebang
pilih,” pungkas Jacobus.
Editor: Alfonds Wodi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar