Ads

Sabtu, 28 November 2020, November 28, 2020 WIB
Last Updated 2020-11-28T15:38:21Z
Jakarta

Membangun Strategi Perdamaian di Papua

 JOURNALTELEGRAF- Sejak era Soeharto Papua menjadi perhatian khusus bagi pemerintahan Indonesia, demikian dikatakan Profesor Richard Chauval Guru Besar University Meulbourne.




Ungkapan Profesor Richard Chauval itu disampaikan dalam kegiatan Gugus Tugas Papua Universitas Gaja Mada (UGM) dalam webinar Internasional Papua Strategic Policy Forum #8 dengan tema “Membangun Strategi Perdamaian di Papua; Ingatan Kritis dan Agenda Masa Depan”, Sabtu (28/12).


 Prof Richard menjelaakan, persoalan Papua bisa dibaca dalam sejarah, bahwa Soekarno pernah merespon untuk program dekolonialisasi Papua dari Belanda. Lalu kita bisa lihat bagaimana kebijakan Indonesia belakangan kepada Papua.


“Di antaranya: ditetapkannya Otonomi khusus pada tahun 2001, kebijakan akselerasi pembangunan Papua yang sudah dirintis sejak zaman presiden SBY dan dilanjutkan oleh Jokowi, juga pendekatan sekuritas yang diwariskan sejak zaman orde baru,” papar Prof Richard.


Kemudian kata Prof Richatd pendekatan security ini terlihat misalnya dalam beberapa statament pemerintah di depan media yang diwakilkan misalnya oleh Ryamizard Ryacudu dan Mahfudz MD, yang menatap Papua sebagai problem separatisme.

 

“Namun, berbeda misalnya dengan apa yang dilakukan oleh Gusdur di zamannya yang mengangkat nilai-nilai dan simbol-simbol budaya Papua. Juga sebenarnya Papua sudah melakukan roadmap perdamaian,” ukar Prof Richatd.


Lebih lanjut, Papua Senior Figure, Dr. Mikael Manufandu, mengatakan hal yang sama bahwa apa yang terjadi di Papua bisa dijadikan rumusan masalah yang menurutnya perlu dijawab pemerintah.


Diantaranya, kata dia, mengapa generasi muda Papua saat ini banyak yang menganggap pemerintah Indonesia sebagai kolonial, kapitalis dan milteris? Mengapa pemerintah pusat tidak percaya pada orang Papua dan menganggap bahwa mereka separatis, tidak beradab dan tertinggal?.


“Kenapa lembaga militer dan kepolisian begitu intensif dan massive di Papua seakan-akan Papua adalah musuh dari Indonesia? Kenapa para jurnalis asing, lembaga asing dan NGO dilarang masuk ke tanah Papua?,” kata Mikael Manufandu, pada acara webinar Internasional Gugus Tugas Papua UGM, Sabtu (28/11).


Lebih lanjut, ia mengatakan pendekatan yang perlu diperhatikan pemerintah pusat dalam pembangunan Papua adalah soal, pendekatan budaya, dan keagamaan. Pembangunan tersebut harus dilakukan dengan baik.


Selain itu, Ia juga menilai bahwa sumber daya manusia di Papua juga harus diperhatikan seperti; karakteristik budaya, perbedaan ekosistem, pola kepemimpinan, pandangan hidup, kepercayaan dan bahasa.


“Hal ini sangat penting, karena Papua bukanlah pulau yang kecil,” katanya.


Oleh karena itu, menurutnya, yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat bahwa orang Papua memiliki 4 otonomi hukum special yaitu afirmasi, proteksi, partisipasi dan empowerenment.


Menurutnya lagi, ada tiga hal penting yang juga perlu diperhatikan pemerintah pusat dalam pendekatan baru untuk membangun integrasi di Papua.



“Pertama; pemerintah lokal harus bersih, kuat dan stabil sehingga pemerintahan dapat dipercaya. Kedua; penegak hukum harus adil, dan Ketiga; kemudian pembangunan harus dilakukan dengan semangat yang positive, konstruktif dan sesuai dengan realitas sosial yang ada dengan kehidupan masyarakat Papua,” jelasnya.



Sebelumnya, Webinar Internasional Papua Strategic Policy Forum #8 dengan tema “Membangun Strategi Perdamaian di Papua; Ingatan Kritis dan Agenda Masa Depan. Menghadirkan beberapa narasumber Prof. Richard Chauval dari University of Meulbourne, Profesor David Henley dari University Leiden. Webinar tersebut digelar oleh Gugus Tugas Papua Universitas Gaja Mada (UGM), pada Sabtu (28/12).




(Amir Wata)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar