Ads

Kamis, 24 September 2020, September 24, 2020 WIB
Last Updated 2020-09-23T22:50:59Z
MakassarSulawesi Selatan

Nelayan Kodingareng Menilai Nurdin Abdullah Enggan Berdialog

 

Para istri nelayan pulau Kodingareng (Foto : Muhaimin) 


JOURNALTELEGRAF- Polemik tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan Pulau Kodingareng hingga kini belum menemui titik akhir. Saat ini, masyarakat pulau masih terus berusaha agar pemerintah Provinsi Sulsel memenuhi keinginan nelayan agar menghentikan aktivitas tambang pasir laut tersebut. 



Sampai saat ini, aktivitas tambang pasir laut yang dilakukan oleh kapal Queen of Netherlands masih terus beroperasi dan Gubernur Sulawesi Selatan belum bersedia untuk berdialog dengan masyarakat Pulau Kodingareng untuk masalah yang dihadapi masyarakat.



Sementara Prof. Nurdin Abdullah Gubernur Sulawesi Selatan dinilai enggan bertemu dengan WALHI yang selama ini mendampingi nelayan dalam memperjuangkan hak-hak nelayan Pulau Kodingareng.



Terkait hal itu, Zakia istri nelayan Kodingereng Lompo angkat berbicara. Ia mengatakan, jika memang gubernur tidak mau bertemu dengan WALHI setidaknya  gubernur bersedia membuat dialog terbuka dengan nelayan dan perempuan pulau Kodingereng.



"Warga Pulau Kodingareng tidak pernah merasa bahwa WALHI adalah provokator seperti yang dikatakan Gubernur di media," kata Zakia kepada wartawan, Selasa (22/9/2020).



"Saya rasa informasi yang bapak dapatkan sangat keliru. Dengan adanya pendampingan dari Aliansi Selamatkan pesisir (ASP), warga khususnya nelayan merasa terbantu untuk mempertahankan wilayah tangkapnya dari aktivitas penambangan," tambahnya.




Selain itu, Suwandi salah satu nelayan pancing meminta agar Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, bersedia mendatangi nelayan dan berdialog agar pemerintah mengetahui secara pasti masalah yang dihadapi nelaayan, sehingga pemerintah segera menghentikan penambangan di wilayah tangkap nelayan.


 


"Saya berharap sekali, gubernur dibuka kan pintu hatinya sehingga mau bicara dengan kami-kami para nelayan di Pulau Kodingareng, karena kami juga rakyat Sulawesi Selatan," ucap Suwandi.


Nampak aktivitas tambang pasir laut yang dilakukan oleh kapal Queen of Netherlands (foto : Muhaimin)


Suwadi menambahkan, penambangan pasir laut di wilayah tangkap nelayan sudah berjalan selama tujuh bulan lebih. Selama itu juga, kehidupan nelayan di Pulau Kodingareng sangat terpuruk bahkan sudah tidak ada pemasukan karena setiap para nelayan melaut, selalu pulang dengan tangan kosong. 



"Kami hanya ingin Boskalis berhenti menambang dan izin dicabut. Karena kalau kapal itu menambang, tidak ada ikan yang kami dapatkan karena air keruh dan ombak tinggi. Jadi tolong hentikan penambangan pasir di wilayah tangkap kami," pintanya.




Kemudian, terkait dengan tudingan bahwa warga diprovokasi, para nelayan mengaku tidak pernah diprovokasi atau dihasut oleh pihak mana pun. Para nelayan di Pulau Kodingareng merasakan langsung dampak tambang pasir laut sehingga para nelayan dan perempuan tidak henti-hentinya menolak tambang pasir laut. 



Hal yang sama juga ungkapkan Sita istri  nelayan setpat, menurutnya warga tidak pernah diprovokasi oleh siapapun termasuk WALHI, para nelayam hanya meminta agar mahasiswa dan ASP mendampingi kami agar keinginan kami dapat didengar oleh pemerintah. 



"Jadi sekali lagi, saya minta Bapak Gubernur tolong hentikan tambang pasir laut ini agar hidup kami kembali normal," tandasnya.



Kalau pak gubernur, kata Sita,  tidak mau datang di pulau menemui dan berdiskusi dengan kami, hentikan tambang pasir. Jika pak gubernur tidak mau hentikan tambang, Kami akan mendatangi kantor bapak untuk menyampaikan dampak yang kami rasakan selama ini.(*)



 





Reporter/Editor : Ewin 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar