Ads

Jumat, 10 Juli 2020, Juli 10, 2020 WIB
Last Updated 2020-07-10T00:57:00Z
Makassar

Bungkam Soal Tambang Pasir Laut, Keberpihakan Gubernur Patut dipertanyakan

JOURNALTELEGRAF- Senin, 6 Juli sekitar 300 nelayan dan masyarakat Kepulauan Sangkarrang kembali melakukan aksi damai di hadapan kapal Queen of the Netherlands, milik Boskalis.

Muhaimin Arsenio aktivis lungkungan Sulawesi Selatan

"Ini merupakan aksi laut ketiga kalinya yang dilakukan nelayan untuk menolak aktivitas tambang pasir laut yang merusak wilayah tangkap mereka," beber Muhaimin Arsenio kepada wartawan Journaltelegraf.com melamui akun sosialnya, Kamis (9/7/2020).

Meski aksi damai kata Muhaimin, nelayan ini sudah viral di berbagai media, tidak ada sikap yang jelas yang ditunjukkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan.

"Jika pak gubernur memang berpihak pada nelayan, harusnya sejak aksi pertama gubernur langsung mengambil sikap menghentikan tambang dan mencabut Izin usaha pertambangan di wilayah tangkap nelayan," ujarnya.

Kasi protes nelayan di hadapan kapal Queen of the Netherlands, milik Boskalis.

Lanjud Muhaimin, tambang pasir laut ini sudah merugikan kehidupan nelayan, jika diteruskan maka masa depan nelayan akan terancam.

"Gubernur tidak boleh menutup mata, seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal nelayan setengah mati berjuang mempertahankan kelangsungan hidupnya," katanya.

"Diamnya gubernur merupakan bentuk dukungan beliau pada aktivitas tambang pasir laut yang menjadikan nelayan menderita. Dan itu artinya, gubernur tidak berpihak pada masyarakat kecil dalam hal ini nelayan," sambungnya.

Bahkan kata dia, tak bersuara soal tambang pasir laut, keberpihakan hubernur patut dipertanyakan.

Meski aksi damai kata aktivis lingkungan ini, nelayan sudah viral di berbagai media, tidak ada sikap yang jelas yang ditunjukkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan.


Bahkan Muhaimin menuturkan, aktivitas tambang pasir laut oleh Boskalis di perairan Bonemalonjo adalah bentuk penghancuran ruang hidup nelayan Galesong Raya dan Kepulauan Sangkarrang.

"Sebab dilakukan di wilayah tangkap nelayan. Dan parahnya, penambangan ini dilakukan tanpa ada konsultasi publik dengan nelayan yang artinya nelayan tidak pernah setuju," jelasnya.

Menurut pemerhati lingkungan ini, sejak penambangan dilakukan tanggal 13 Februari 2020, nelayan mengalami kerugian karena hasil tangkapan nelayan berkurang drastis.

"Nelayan pencari ikan tenggiri sering tidak mendapat hasil tangkapan.
Meskipun sekarang sudah masuk musim ikan tenggiri. Hal ini terjadi karena air laut di sekitar lokasi penambangan menjadi keruh," tuturnya.

Atas dasar ini kata Muhaimin, pada tanggal (12/6), nelayan di pulau Kodingareng Lompo melakukan aksi damai dengan membentangkan spanduk yang isinya menolak aktivitas tambang Boskalis.

Selanjutnya kata dia, ditanggal (19/6), nelayan Kepulauan Sangkarrang dan pesisir Kota Makassar melakukan konferensi pers menuntut dihentikannya proyek reklamasi MNP dan tambang pasir laut.

"Puncak kemarahan nelayan terjadi pada hari Minggu kemarin (5/7). Sekitar 500 nelayan di Kepulauan Sangkarrang melakukan aksi boikot tambang Boskalis. Nelayan menuntut agar penambangan dihentikan," ungkap Muhaimin.

"Ke depan, WALHI Sulsel akan terus mendukung aksi nelayan sampai tuntutan nelayan dilaksanakan," pungkas Muhaimin.




Reporter/Editor : Ewin Agustiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar