Ads

Sabtu, 22 Februari 2020, Februari 22, 2020 WIB
Last Updated 2020-02-22T02:27:29Z
Opini

Garis Lurus PAN dan Muhammadiyah

JOURNALTELEGRAF - Sesungguhnya Partai Amanat Nasional (PAN) dilahirkan dari Rahim Muhammadiyah. Ketika Dilaksanakan Tanwir di Semarang tahun 1998, salahsatu rekomendasinya adalah membentuk Partai Politik sendiri.

Menurut A.M. Fatwa, Amien Rais sebagai ketua PP Muhammadiyah berunding bersamanya menginginkan agar Syafi'i Ma'arif sebagai ketua umum PAN pertama. Bahkan Amien mengumumkan dalam penutupan Tanwir bahwa buya akan menjadi ketua umum PAN. Buya Syafii Ma'arif besoknya konferensi pers menyatakan tetap Amien Rais yang akan memimpin partai, itulah PAN. Bertepatan saat itu Ayahanda Amien Rais masih sangat di sanjung-sanjung karena keberaniannya mendobrak keangkeran Istana, dimana para tokoh lain sedang tiarap mencari aman sendiri.

Walaupun PAN dilahirkan dari proses pemusyawaratan di Muhammadiyah, namun hingga saat ini PAN tidak memiliki hubungan organisatoris dengan Muhammadiyah dan Itulah kehebatan Muhammadiyah. Karena Muhammadiyah sebagai organisasi Harokah Islam, tetap menjaga komitmen organisasi untuk tidak terlibat langsung dalam politik praktis. Sehingga bila ada tokoh2 PAN yang masih melihat sebelah mata, arti peran Muhammadiyah dalam melahirkan, merawat, dan membesarkan PAN, maka menurut saya, itulah bagian dari petaka PAN di masa depan.

Foto:(istimewa) Dr.Arinto Kadir
Satu hal yang patut disadari oleh para petinggi PAN saat ini, Ketika awal mula Parpol ini didirikan, ibarat bayi yang masih labil, masih sempoyongan, masih tertatih-tatih jalannya dan tidak memiliki apa-apa sebagai modal dasar sebuah Partai Politik, ditengah tumbuhnya persaingan politik untuk menduduki kekuasaan pasca era Orde Baru yang sangat sentralistik. Tahun 1998-2000 era awal Reformasi setelah tumbangnya raksasa politik orde baru, beramai-ramai para tokoh politik keluar dari persembunyiannya, mereka mendirikan Partai baru dengan berbagai alasan. Bisa dibayangkan tanpa naungan Muhammadiyah,  tanpa infrastruktur Muhammadiyah yang tersedia dari Pusat sampai ke ranting-ranting, maka tidak mungkin PAN bisa cepat besar seperti saat ini. Coba dilihat fakta politik Pemilu 2019 lalu, Partai yang dimiliki oleh seorang Konglomerat kaya raya, ternyata gagal melenggang ke senayan. Karena mereka belum memiliki basis massa tradisional seperti halnya Muhammadiyah.

Apalagi Muhammadiyah dalam lintas sejarahnya, pernah memiliki pengalaman mendirikan partai bahkan berafiliasi sejak lama dengan Parmusi atau bahkan Masyumi. Walaupun pada akhirnya, khittah yang lahir di Makassar 1971, kembali menganulir Muhammadiyah, agar tidak lagi berafiliasi dengan parpol. Tetapi pengalaman itulah yang dimanfaatkan Ayahanda Amien Rais untuk berijtihad secara politik, dengan maksud, ketika jagat politik bangsa ini dihuni para kader-kader yang sudah terasah akhlak dan keimanannya, maka peluang orang jahat untuk berkuasa akan semakin sempit. Semangat Mujahid itulah yang memotivasi warga Muhammadiyah untuk Allout mendukung, merawat dan membesarkan PAN.

Saat ini, pasca Muktamar Kendari 2020, ada upaya untuk memarjinalisasi PAN dari Muhammadiyah, dengan cara melempar wacana publik tentang PAN dan Muhammadiyah, agar menjadi diskursus politik di internal Muhammadiyah dan PAN, sehingga diharapkan diskursus tersebut akan membentuk opini publik yang akan melemahkan elektabilitas PAN dikalangan warga Muhammadiyah. Dan sebenarnya, hal ini harus segera disikapi cepat, jika tidak ingin PAN tersungkur seperti Partainya Wiranto dan Sutiyoso.

Oleh: Dr. Arianto Kadir
Ketua Majelis Hikmah PW Muhammadiyah Papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar