Ads

Minggu, 26 Februari 2023, Februari 26, 2023 WIB
Last Updated 2023-02-26T09:43:40Z
Sulsel

WALHI Sorot Penghentian Kasus Perusakan Hutan Lindung di Toraja Utara



WALHI Sulsel menggelar diskusi untuk membincangkan penghentian kasus pendudukan Kawasan Hutan Lindung Pongtorra di Toraja Utara. Diskusi ini dilangsungkan pada Jumat (24/2/2023) di Makassar.




JOURNALTELEGRAF-Kasus pelanggaran tindak pidana di kawasan hutan lindung yang dilakukan oknum anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan berinisial JS diduga melakukan perusakan hutan lindung di Pongtorra Kabupaten Toraja Utara.

Arfandi Anas, Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel menyayangkan terkait pendudukan kawasan hutan lindung tersebut.

"Kenyataan ini sangat ironis dan mengkhawatirkan bagi ekosistem dan daya dukung wilayah sulawesi selatan. Jika praktik ini terus dibiarkan maka dampaknya akan mengancam masyarakat sekitar dengan lingkungan," ungkap Arfandi Anas, Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel, Jumat (24/2/2023).

Arfandi mengatakan, WALHI Sulsel telah melaporkan tindak pidana tersebut ke POLDA Sulawesi Selatan, namun kata dia, proses penyidikan tidak dilanjutkan dengan alasan kawasan hutan tidak memiliki tapal batas, padahal menurutnya KLHK sudah menerbitkan SK 362 Tahun 2019 tentang kawasan hutan.

"Alasan tapal batas inilah membuat status tersangka JS tidak memiliki kejelasan dari penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Polda Sulsel," ungkapnya.


Jika alasan kawasan hutan belum memiliki, kata dia, tapal batas dan itu menjadi rujukan bagi Penyidik Polda Sulsel maka SK 362 yang diterbitkan kementerian KLHK.

"Dalam proses penanganan perkara setelah dikembalikan kejaksaan, kami pernah meminta apa sebenarnya kendala sehingga kami pelapor bisa berkontribusi.Namun tidak ada respon yang kami dapat. Sehingga kami tidak tau apa yang mendasari penghentian kasus pada 27 Desember 2022, ungkapnya," terangnya.


Sementara itu, Nur Ardansyah Analis Informasi Sumber Daya Hutan Dinas Kehutanan Sulsel menjelaskan, proses pengajuan pelepasan Kawasan Hutan Lindung Pongtorra.

"Untuk lokasi Pongtorra kurang lebih 143 hektar. Sebanyak 31,51 hektar yang diusulkan untuk dilepaskan dari kawasan hutan dan yang disetujui dari Hutan Lindung menjadi Area Penggunaan Lain itu seluas 22,61 hektar," terangnya.

Ia menjelaskan, jika untuk tata batas sendiri belum dilaksanakan oleh Balai Besar Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH). Sekitar 90% kawasan hutan di Sulawesi Selatan sudah dilakukan tata batas.

"Sebenarnya di Pongtorra sudah ada tata batas, namun lantaran ada area perubahan maka perlu ada tata batas ulang," ungkapnya.

Kepala Seksi Wilayah I Makassar Gakkum LHK Wilayah Sulawesi menambhkan, pendapat mengenai kasus tersebut, WALHI pernah melakukan pengaduan, pihak Gakkum Sulawesi melakukan koordinasi dengan Polda Sulsel terkait pengaduan yang dilaporkan.

"Dari hasil koordinasi itu, dua kali koordinasi, pengaduan yang masuk di Gakkum Sulawesi perkaranya sudah ditangani oleh Polda Sulsel. Sehingga kami menyerahkan ke Polda Sulawesi Selatan untuk melakukan proses penyidikan dan penyelidikan," jelasnya.

"Pada dasarnya kami tidak mau terlalu jauh, karena ini merupakan ranah dari Polda Sulsel," tambahnya.

Sementara itu Rachmat Sukarno, Ketua PBHI Sulsel menyangkan penghentian perkara yang dilaporkan WALHI Sulsel.

Menurutnya, WALHI Sulsel secara kelembagaan memiliki legal standing yang jelas untuk mengakomodir pelaporan dari warga di Pongtorra.

Ia juga mengusulkan untuk tetap melanjutkan perkara pendudukan kawasan hutan lindung Pongtorra.

"Untuk melakukan membuka perkara ini bisa dilakukan praperadilan. Kita harus mengumpulkan bukti-bukti untuk membuka perkara ini kembali dengan adanya bukti baru yang diajukan," terangnya.*


Reporter/Editor: Ewin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar