Ads

Senin, 14 Februari 2022, Februari 14, 2022 WIB
Last Updated 2022-02-14T07:21:05Z
Kapolda SultengKapolres Parigi MoutongKapolripertambanganSulawesi Tengah

Cabut Izin Tambang Yang Bahayakan Rakyat Di Parigi Moutong, Bebaskan Warga, Dan Evaluasi Pendekatan Represif Aparat Dalam Penanganan Konflik Agraria



Pernyataan Sikap Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

JOURNALTELEGRAF - Konflik agraria akibat bisnis tambang kembali memakan korban nyawa dan kriminalisasi. Setelah peristiwa di Desa Wadas, situasi darurat agraria kembali terjadi pada (12/02/2022) di Desa Katulistiwa, Sulawesi Tengah.


Berdasarkan laporan yang diterima Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Erfaldi (laki-laki, 21 tahun), seorang pemuda dari Desa Tada, Kec. Tinombo Selatan, Kab. Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, telah kehilangan nyawa akibat tembakan peluru tajam di bagian perutnya. Erfaldi adalah salah satu warga yang mengikuti aksi penutupan jalan sebagai bentuk penolakan warga terhadap operasi tambang PT. Trio Kencana. 


Akibat represifitas aparat kepolisian kepada warga, selain korban tewas, puluhan warga luka-luka dan ditahan. Sampai dengan hari ini (13/2), terkonfirmasi ada sekitar 59 orang dari 18 desa di dua kecamatan yang masih ditahan di Polres Parigi Moutong. Jaringan advokad, LBH Sulteng, LBH Parimo, Westpalia, dan PBHR saat ini melakukan pendampingan hukum bagi korban yang masih ditahan. 


Demi lancarnya bisnis tambang perusahaan, Negara dan aparatnya masih menempuh cara-cara kekerasan dalam penanganan konflik agraria.  Sepanjang 2022, konflik agraria sarat dengan tindakan represif aparat terhadap warga. Mulai dari konflik agraria di Desa Pakel, Kab. Banyuwangi, Jawa Timur; Desa Sumber Jaya, Kab. Muaro Jambi, Jambi; Desa Runut, Kab. Sikka, Nusa Tenggara Timur; Desa Batu Mila, Kab. Enrekang, Sulawesi Selatan Kec. Mumbulsari, Kab. Jember, Jawa Timur; dan Desa Gadungan,  Kab. Blitar, Jawa Timur, hingga yang baru saja terjadi di Desa Wadas, Kab. Purworejo, Jawa Tengah adalah wajah darurat agraria di Indonesia hari ini. 


Teranyar, di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Sejak pukul 10.30 WITA (12/2) hingga tengah malam, terjadi aksi pemblokiran jalan oleh warga dari Aliansi Rakyat Tani (ART) yang menolak keberadaan PT. Trio Kencana.


Berdasarkan rilis bersama (JATAM, WALHI, KPA dan LBH di Sulteng), perjuangan penolakan tambang emas PT. Trio Kencana oleh warga di tiga kecamatan tersebut yang terhimpun dalam ART telah berlangsung lama. Berbagai upaya dialog dan aksi penolakan warga telah dilakukan. Mulai Desember 2020 hingga puncaknya pada Sabtu kemarin, 12 Februari 2022 yang berakhir dengan aksi represif kepolisian. Telah lama warga menolak aktivitas tambang PT. Trio Kencana, sebab mengancam lahan pertanian dan sumber air warga. PT. Trio Kencana merupakan perusahaan pertambangan emas yang beroperasi di lahan seluas 15.725 ha, yang berdampak luas pada pemukiman, sumber air, pertanian dan kebun warga.


Pihak Gubernur Sulawesi Tengah sebelumnya telah menjanjikan akan menemui warga untuk menyelesaikan masalah ini, namun janji itu tidak kunjung ditepati. Hingga aksi warga (12/2) dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian sampai pada dini hari 13 Februari 2022. Aparat kepolisian memulai kericuhan ketika mulai menembakan gas air mata kepada massa aksi yang melakukan aksi di Desa Katulistiwa, yang akhirnya berujung duka.


Alih-alih aspirasi dan tuntutan rakyat didengar, justru kebrutalan aparat kepolisian melalui tindakan intimidasi, kekerasan, krimininalisasi bahkan penembakan dilakukan untuk memukul mundur perjuangan warga. Akibatnya, warga terutama anak-anak dan perempuan di lokasi merasa tidak aman dan terancam. Negara yang telah diamanatkan oleh undang-undang untuk melindungi segenap rakyatnya kembali melakukan represi bahkan menggunakan peluru tajam untuk menghalau aksi damai warga. Negara tidak saja menutup ruang demokrasi rakyat, tetapi juga mendelegitimasi hak konstitusional rakyat atas tanah dan keberlanjutan lingkungan. 


Tindak-tanduk pemerintah semacam ini sejatinya telah melanggar Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, bahwa _“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda, yang dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”_. Selanjutnya konstitusionalisme warga negara atas sumber-sumber agraria dijamin Pasal 33 UUD 1945 dan UUPA 1960, bahwa _"hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan daripada Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial sebagai azas kerokhanian Negara dan cita-cita bangsa seperti tercantum dalam Pembukaan UUD"._


Dalam Catatan Akhir Tahun 2021 KPA, *konflik agraria akibat bisnis tambang korporasi besar meningkat pesat 167 % di tahun 2021* dibandingkan tahun 2020, yaitu sebanyak 30 kejadian konflik dengan luasan wilayah yang terdampak konflik lebih dari 155 ribu hektar. Ada 16 ribu lebih keluarga yang terdampak. Konflik agraria di sektor tambang menjadi penyumbang konflik tertinggi nomor tiga, setelah bisnis perkebunan dan proyek pembangunan infrastruktur. 


Berdasarkan situasi darurat agraria di atas, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendukung sepenuhnya perjuangan warga dan Aliansi Rakyat Tani (ART) yang menolak keberadaan dan aktivitas tambang PT. Trio Kencana, serta *mengutuk keras tindakan brutal aparat keamanan*. Sebab itu, KPA mendesak kepada:


1. Kapolres Parigi Moutong segera membebaskan seluruh warga yang ditahan yang berkaitan dengan aksi penolakan tambang oleh warga di 3 (tiga) kecamatan, Kabupaten Parigi Moutong;


2. Kapolda Sulawesi Tengah segera menginstruksikan seluruh jajarannya agar menghentikan upaya-upaya intimidasi, kekerasan dan penangkapan terhadap warga dan aparat desa, serta menarik mundur seluruh aparat kepolisian dari Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah;


3. Kapolri segera mengevaluasi pendekatan dan cara-cara kepolisian dalam penanganan setiap konflik agraria, serta segera usut tuntas pelaku penembakan termasuk tindakan pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka;


4. Gubernur Sulawesi Tengah harus bertanggungjawab atas ketidakhadiran pemerintah di tengah konflik agraria yang berkepanjangan antara masyarakat dan PT. Trio Kencana dan segera membentuk tim penyelesaian konflik agraria tingkat provinsi dengan pelibatan organisasi masyarakat sipil;


5. Komnas HAM bersama Komnas Perempuan segera melakukan investigasi mendalam, terkait dugaan tindak pidana aparat kepolisian dan pelanggaran HAM dalam penembakan massa aksi, serta mengkondisikan lokasi menjadi ruang yang aman dan kondusif bagi seluruh warga, terutama bagi anak dan perempuan;


6. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral segera menghentikan operasi dan mencabut izin usaha pertambangan PT. Trio Kencana yang merugikan masyarakat dan menyebabkan konflik agraria bersifat struktural;


7. Presiden RI segera memastikan seluruh proyek dan bisnis tambang di Indonesia tidak beroperasi dengan cara-cara menghilangkan hak-hak rakyat atas tanah, lingkungan dan ruang hidup masyarakat setempat; sekaligus menghentikan model pembangunan ekonomi yang kontraproduktif dengan agenda Reforma Agraria.


Demikian pernyataan sikap ini kami buat, agar dapat menjadi perhatian semua pihak. 


Kami mengajak kepada seluruh gerakan masyarakat sipil untuk menyatukan dukungan terhadap perjuangan masyarakat Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. 



_Jakarta, 13 Februari 2022_

*Konsorsium Pembaruan Agraria*


Dewi Kartika

Sekretaris Jendral


Reporter : Supardi

Editor : Legitha Aswardy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar