Ads

Selasa, 05 Oktober 2021, Oktober 05, 2021 WIB
Last Updated 2021-10-05T13:40:18Z
Kota paluSulawesi Tengah

Celebes Bergerak Pertanyakan Tanggungjawab Walkot Palu atas Pembongkaran Huntara

 

Foto : Adriansa Manu, Direktur Komunitas Celebes Bergerak (Istimewa)


JOURNALTELEGRAF - Komunitas Celebes Bergerak mempertanyakan tanggungjawab Wali Kota Palu atas pembongkaran Hunian Sementara (Huntara) korban selamat dari bencana gempa bumi, liquifaksi dan tsunami pada 28 September 2018.


“Selama ini kami tidak melihat ada upaya Wali Kota Palu menyelesaikan masalah pembongkaran sejumlah Huntara yang telah berakhir masa kontraknya,” ungkap Adriansa Manu, Direktur Komunitas Celebes Bergerak dalam keterangan tertulis diterima Journaltelegraf.com, Selasa (5/10/2021).


Menurutnya, Pemerintah Kota Palu harusnya berdiri di tengah-tengah warganya, bukan malah membenarkan pembongkaran Huntara.


“Kami menilai Wali Kota Palu tidak berdiri di tengah-tengah warga yang lagi kesulitan, karena sudah 4 Huntara di Kota Palu yang masih berpenghuni itu dibongkar tanpa mempertimbangkan warga yang masih tinggal di dalam,” jelasnya.


Sementara itu, kata Adriansa, hingga hari ini pemerintah belum mampu menyiapkan Hunian Tetap (Huntap) kepada seluruh warga terdampak bencana pada 28 September 2018 yang kehilangan tempat tinggalnya.  


“Ini adalah kesalahan Pemerintah Kota yang lambat mengurusi sengketa lahan di lokasi pembangunan Huntap. Seperti misalnya, Kelurahan Tondo dan Kelurahan Talise Valangguni, masih terus bersengketa, termasuk di Petobo,” ungkapnya.


Lanjut Adriansa, pihaknya hampir setiap hari menerima aduan warga yang diusir dari Huntaranya.


“Baru-baru ini warga penyintas di Huntara MDMC Donggala Kodi mengadukan rencana pembongkaran Huntara yang masih mereka tinggali,” katanya.   


Lebih lanjut, Adriansa menyatakan, kalau pun pembongkaran terpaksa dilakukan karena habis masa kontraknya, maka Pemerintah Kota Palu harus memberikan solusi yang baik untuk tempat tinggal warga, jangan dibiarkan terlantar.


“Pak Wali Kota sudah tahu masalah ini, kami juga sudah mengadukan langsung masalah ini saat pembongkaran Huntara Pengawu” ujar Adriansa.  


Bahkan kata dia, warga sempat menyampaikan masalah ini kepada Wali Kota Palu saat menggelar aksi demonstrasi di lokasi pelaksanaan upacara ulang tahun Kota Palu ke-43.


"Saat itu Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid menyambangi langsung warganya dan sempat berdialog dengan para korban. Jadi Wali Kota, tahu persis pembongkaran sejumlah lokasi Huntara ini," tutur Adriansa.


Menurutnya, Wali Kota Palu jangan lepas tangan karena warga yang menghuni Huntara adalah warga Kota Palu, Warga Indonesia. 


“Mereka butuh tempat tinggal apalagi ada yang punya anak, bahkan ada yang masih balita, jadi tolong Pak Wali Kota Palu peduli dengan kondisi mereka. Kami minta Pemkot Palu jangan menambah penderitaan mereka, sudah cukup 3 tahun para penyintas ini terpuruk di Huntara dan tidak diurus baik oleh pemerintah,” pintanya.


Ia juga menegaskan kepada Wali Kota Palu untuk tidak mendiskriminasi korban selamat dari gempa bumi, likuifaksi dan tsunami. Menurut Adriansa, selama ini ada kesan bahwa warga yang tidak memiliki alas hak tanah berupa sertifikat dianggap bukan Warga Terdampak Bencana (WTB).


“Anggapan seperti ini sangat menyakitkan hati warga, seperti halnya 38 KK di Donggala Kodi dan 25 KK yang sebelumnya tinggal di Huntara Pengawu. Mereka ini dianggap bukan warga terdampak bencana,” ujarnya.  


Korban bencana 28 September 2018 kata dia, tidak hanya mereka yang memiliki alas hak tanah tetapi semua warga Palu saat itu menjadi korban.


“Pak Wali Kota harus pahami betul bahwa mereka adalah warga miskin yang harus diurus. Jangan karena mereka tak memiliki alas hak lantas mereka dihapus sebagai warga terdampak bencana. Justru, disini Negara diperlukan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan agar mereka juga dapat menikmati kehidupan yang lebih manusiawi,” jelasnya.    


Ia juga berharap Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdi Mastura mengevaluasi penanganan bencana yang melibatkan langsung korban selamat dari bencana gempa bumi, liquifaksi dan tsunami pada 28 September 2018 di Sulteng.


“Kami berharapa ada evaluasi terhadap Pemerintah Kabupaten dan Kota yang melibatkan korban langsung, sehingga ada solusi-solusi yang dilahirkan untuk percepatan pembangunan Huntap bagi korban yang belum menerima. Selama ini, proses evaluasi hanya dilakukan dilevel pemerintah saja, sehingga informasi yang diterima selalu baik-baik saja, padahal banyak masalah kompleks di lapangan,” tandasnya. 


Editor : Legitha Aswardy

Reporter : Indra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar