Ads

JournalTelegraf
Rabu, 12 Mei 2021, Mei 12, 2021 WIB
Last Updated 2021-05-12T14:15:28Z
DPRD SulutPOLITIK

'Hasrat' Sekretaris DPRD Sulut di Sengkarut 'Pelengseran' Wakil Ketua DPRD?


JOURNALTELEGRAF - Sekretaris DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Glady Kawatu, SH diduga 'berhasrat' melengserkan Legislator James Arthur Kojongian dari kursi Wakil Ketua DPRD Sulut.

'Hasrat' Kawatu tergambar masif dengan dalih Undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Keputusan Badan Kehormatan yang melalui Rapat Paripurna DPRD Sulut menjadi alasan tindakan mantan Humas Pemkab Minahasa semasa Bupati Vreeke Runtu ini.

"Putusan Badan Kehormatan bersifat final," ujar Kawatu ketika ditemui diruang kerjanya April lalu.

Namun, Kawatu mengaku bingung terkait pemberian gaji Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulut, James Arthur Kojongian (JAK).

Karena kebingungan itu, dirinya tidak memberikan gaji JAK.

"Mau bayar gaji, kan pimpinan dapat kenderaan dinas, anggota dapat tunjangan transportasi. Kalau torang (kami-red) sudah mau memberikan sebagai anggota, torang so mo tarik tu kenderaan dinas (kami mau tarik tu kenderaan dinas-red). Kalau gajinya sama dengan anggota, gampang toh," jelas Kawatu seraya mengaku tidak semua keputusan yang diambilnya merupakan perintah pimpinan, tapi ada yang merupakan kewenangannya.

Menurut Kawatu, perbedaan gaji JAK sebagai Pimpinan DPRD dengan sebagai anggota DPRD menjadi penyebab dirinya masih bingung untuk memberikan gaji JAK.

Kawatu juga sempat berdalih tengah menanti surat keputusan pemberhentian JAK dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) pun melalui surat nomor 161.71/2354/OTDA tanggal 14 April 2021, yang ditandatangani Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen OTDA), Drs Akmal Malik, M.Si dan ditujukan ke Gubernur, menegaskan, sesuai Surat Menteri Dalam Negeri nomor 161.71/1676/OTDA tanggal 16 Maret 2021 Hal Permohonan Penjelasan, menegaskan bahwa usul pemberhentian James Arthur Kojongian, ST. MM sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara belum dapat diproses.

Lebih lanjut, Kemendagri menjelaskan terkait Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor  5 Tahun 2021 tanggal 16 Februari 2021 tentang Pemberhentian Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara, menyampaikan pemberhentian Sdr. James Arthur Kojongian, ST. MM sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Sulawesi Utara.

Selanjutnya, terkait hak keuangan dan administratif JAK, Mendagri menjelaskan harus mengacu pada pasal 124 dan pasal 139 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Berpedoman pada ketentuan tersebut di atas, Mendagri menjelaskan, selama belum ada keputusan pemberhentian Sdr. James Arthur Kojongian, ST. MM sebagai Wakil Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang maka hak keuangan yang bersangkutan tetap diberikan.

Dalam suratnya, Mendagri meminta Gubernur Sulawesi Utara selaku Wakil Pemerintah Pusat untuk memfasilitasi permasalahan Sdr. James Arthur Kojongian, ST. MM kepada Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, setelah surat yang ditandatangani Dirjen Kemendagri, Kawatu tak juga bergeming memberikan hak keuangan dan administratif JAK.

Anehnya lagi, Kawatu dikabarkan malah memberikan dana reses ke JAK.

Anehnya lagi, Kawatu sempay mengungkapkan jika partai Golkar juga sudah memberikan sanksi ke JAK melalui surat resmi yang menyatakan larangan memberikan perjalanan dinas.

Pernyataan Kawatu ini dibantah Ketua fraksi  Partai Golkar Raski Mokodompit.

"Surat nomor 04/FPG-DPRD/II/2021, tanggal 4 Februari 2021, melarang pak Jak untuk melakukan perjalanan dinas. Surat itu bukan sanksi dari Fraksi loh. Tapi lebih ke menghormati proses di BK, agar yang bersangkutan belum diberikan surat tugas keluar daerah karena masih dalam pemeriksaan BK. Jadi surat tersebut, karena menghormati Badan Kehormatan yang sementara berporses pada waktu itu. Dalam surat yang dikirmkan tidak ada bahasa/kalimat yang menulis sanksi disitu," bantah Raski.

Tapi setelah BK selesai membacakan hasilnya pada Paripurna yang lalu, FPG sudah mencabut larangan yang bersangkutan melalui surat : 09/FPG-DPRD/III/2021, tanggal 12 Maret 2021, tambah Raski.

Kata-kata yang tidak layak diucapkan seorang pejabat eselon II pun sempat dilontarkan Kawatu dengan melecehkan profesi jurnalis.

"Kita tau, ini berita pesanan. Pesanan dari Ketua Fraksi Golkar pak Raski," ujar Kawatu dengan nada emosional melalui sambungan seluler nomor 08124432*** yang merupakan milik salah satu Kepala Bagian (Kabag) di Sekretariat DPRD Sulut, April lalu.

"Iya kita tau ini pesanan pak Raski," ketus Kawatu lagi.

Journaltelegraf mendatangi Kawatu diruang kerjanya untuk mempertanyakan tudingan dan bukti hukum yang dimiliki Kawatu atas tudingannya.

Namun Kawatu tak mampu mempertangungjawabkan tudingannya didepan Journaltelegraf dan tanpa pernah menyampaikan permohonan maaf ke Journaltelegraf.

Dari informasi yang berhasil dirangkum, sebelum menjabat Sekretaris DPRD Sulut, Glady Kawatu sendiri diketahui pernah dekat dengan menjadi bawahan salah seorang mantan petinggi partai Golkar Sulut yang menjadi Kepala Daerah dan menduduki sejumlah jabatan strategis di Pemerintah Kabupaten Minahasa (Pemkab Minahasa).

Apakah sikap dan tindakan Sekretaris DPRD Sulut, Glady Kawatu diduga sarat dengan pesanan politik "Bos Besar" dan kepentingan mantan Petinggi PG Sulut?

Kawatu sempat membantahnya dan mengatakan keputusan yang diambilnya hanya berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku serta keputusan Badan Kehormatan DPRD Sulut.

Reporter/Editor : Simon Ronal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar