Ads

Selasa, 17 November 2020, November 17, 2020 WIB
Last Updated 2020-11-17T10:45:11Z
KESEHATANPendidikan

Cukai Rokok Mahal, Upaya Mengurangi Prefelensi Perokok




JOURNALTELEGRAF-Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa setiap tahunnya prevalensi perokok pada anak-anak selalu meningkat dari 7,2%, di tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2018. 


Kenaikan ini di dasari salah satunya dengan murahnya harga rokok yang beredar di masyarakat sehingga anak-anak dengan mudah membelinya.


Data ini terungkap pada webinar yang bertemakan "Wujudkan Generasi Unggul Melalui Rumah Sehat tanpa Asap Rokok dan Kenaikan Cukai Rokok”, yang di selenggarakan oleh FATAYAT NU, Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan (RAYA Indonesia) dan juga The Union, Selasa (10/11/2020).


Menanggapi hal itu, Direktur Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia (RAYA Indonesia),Herry Chariansyah, SH.,MH, mengatakan, Pemerintah Indonesia diminta hadir untuk melindungi hak hidup anak dari paparan dan penggunaan zat adiktif dengan cara segera menaikan tarif cukai dan harga rokok setinggi-tingginya minimal 25% per batang, sebagai upaya pengendalian serta mengurangi prevalensi perokok terutama bagi perempuan dan anak.


Dr. Abdilah Ahsan, direktur SDM Universitas Indonesia, sebagai salah satu pembicara pada webinar tersebut menjelaskan, Urgensi kenaikan cukai rokok guna menurunkan prevalensi merokok pada masyarakat khususnya anak, maka tarif rokok harus dinaikan dengan signifikan.


"Apalagi dengan adanya wabah Covid-19, dengan menaikan tarif cukai rokok selain adanya penerimaan anggaran Negara, juga dapat mengurangi penggunaan rokok sebagai salah satu upaya memutus penyebaran covid-19," katanya.


Dirinya memaparkan, hasil study menyimpulkan bahwa masyarakat akan menurun dan berhenti merokok saat harga rokok menjadi mahal kira-kira Rp.60.000,00/ bungkus. 


"Namun saat ini harga rokok termahal di Indonesia hanya Rp.25.000,00/bungkus dan ini masih jauh dari harga yang di targetkan”ucapnya.


Namun ujar dia, dengan naiknya cukai rokok harus memperhatikan pihak-pihak yang terdampak yaitu para petani tembakau dan pekerja di industri tembakau.Salah satu solusinya yaitu dengan membatasi impor daun tembakau.


"Di Indonesia ketika konsumsi tembakaunya naik justru impor tembakaunya yang naik dan ini harus di batasi dengan menurunkan tingkat perokoknya sekaligus menurunkan impor daun tembakau," jelasnya.


 Yang ke dua kata dia, memberikan insentif pada industri-industri lain yang menggunakan tembakau tapi bukan untuk rokok contohnya pestisida, parfum dan lainnya, yang ke tiga, dengan memperbaiki tata niaga / penentuan harga tembakau dari petani harus di perbaiki, ke empat, apabila mereka beralih tanam maka pemerintah harus memfasilitasi dan membantu meningkatkan hasil tanamnya. 



"Untuk itu pemerintah tidak perlu lagi ragu dalam hal menaikan tarif cukai dan harga rokok dengan setinggi mungkin demi kesahatan masyarakat”,tegas Dr. Abdilah Ahsan.


Pada kesempatan yang sama, Risni Julaeni Yuhan, Ketua Dep. Pendidikan & Penelitian PP NA (Nasyiatul Aisyiyah) menambahkan, jika rokok terpapar oleh anak dapat mengganggu kesehatan serta mengganggu saraf motorik dan sensorik,. Selain dari sisi kesehatan, secara sosial ekonomi pun berpengaruh pada pengeluaran rumah tangga. 


Menurutnya, berdasarkan data susenas bahwa pengeluaran rumah tangga perokok untuk konsumsi makanan itu lebih sedikit di banding dengan pengeluaran konsumsi pengeluaran rumah tangga non perokok, bahkan ada penelitian bahwa pengeluaran rumah tangga itu terserap sampai 30% untuk pembelian rokok, dari sana gizi dan kebutuhan anak yang mana berpengaruh pada masa tumbuh kembangnya akan berpengaruh. 



Karna pengaruh rokok sangat mengancam maka sudah seharunya kita melindungi generasi-generasi emas kita, untuk mendapatkan hak-hak hidupnya yang layak. Dengan cara menaikan cukai rokok dengan setingi-tingginya, agar masyarakat dapat berfikir ulang untuk membelinya.


Kemudian, Anggia Ermarini,  MKM., Ketua PP Fatayat Nu, menyampaikan bahwa “Angka merokok pada anak semakin hari, semakin besar dan itu menjadi salah satu konsen Fatayat, dan saya rasa semua orang tua dan negara juga harus mempunyai konsen yang sama maka dari itu perlu upaya pencegahan agar lebih luas lagi, Salah satu upaya-nya yaitu dengan menaikan cukai rokok serta peran keluarga untuk menciptakan suasana rumah sehat tanpa asap rokok”.


Ditambahkan lagi oleh Hj. Evi Mafriningsianti, SE., MM., Ketua Umum Perempuan Amanat Nasional (PUAN) bahwa selain peran keluarga harus ada kerjasama antar stakeholder dari berbagai pihak yaitu sekolah, guru, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga media, peran media ini sangat berperan aktif dalam menurunkan prefelesnsi merokok.


"Karena di media-media yang tersebar secara massif mengiklan produk rokoknya dengan menarik sehingga orang-orang tertarik, jika peran bersama ini dilakukan bisa menurunkan tingkat perokok pada anak, tentunya harus didukung melalui kebijakan-kebijakan oleh pemerintah," jelasnya.









Reporter : Amir Wata

Editor : Ewin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar