JOURNALTELEGRAF - Pengurus Pusat Jaringan Advokasi dan Pemerhati Hukum (PP-JAPEMKUM) menyambangi kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jl. Jenderal Gatot Subroto - Jakarta. Kamis (6/8/2020).
Sekjen JAPEMKUM saat berkunjung ke Kantor Kementerian KLHK. Jl Gatot Subroto - Jakarta. Kamis 06 Agustus 2020. (Foto: Istimewa) |
Dalam kunjungannya JAPEMKUM melaporkan dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT. Waja Inti Lestari bersama PT. Babarina Putra Sulung yang beroperasi di Blok Lapao-pao, Kecamatan Wolo, Kabuputen Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP-JAPEMKUM Sadam Syarif, meminta kepada Penyidik Direktorat Jenderal Penegakan Hukum. Kementerian KLHK dapat menindak kedua perusahaan pertambangan diwilayah Kabupaten Kolaka, mengingat akan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
"Tidak hanya merugikan negara secara finansial, akan tetapi kedua perusahaan tersebut telah menyebabkan rusaknya lingkungan, serta telah melewati dari wilayah operasi produksi yang masuk dalam kawasan hutan. Oleh karenanya KLHK harus menindak tegas, atas aktivitas kedua perusahaan agar tak menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkunga yang lebih luas lagi," terang Sadam saat dihubungi wartawan JournalTelegraf.com.
Menurutnya modus operandi yang dilakukan kedua perusahaan tersebut cukup unik, dimana melakukan kegiatan operasi produksi diluar titik Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) serta diduga kuat telah menyalahgunakan IUP OP yang dimiliki.
"PT. WIL IUP yang aktif seperti yang kita ketahui bernomor 351 yang dikeluarkan oleh Bupati Kolaka yakni Buhari Matta pada tahun 2010, kuat dugaan bahwa wilayah operasi produksinya saat ini bertitik di 502 IUP yang dikeluarkan oleh PLT. Bupati Amir Sahaka pada tahun 2013. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa IUP 502 ini berdasarkan surat keputusan DPMD-PTSP Sultra bernomor 264/BKPMD-PTSP/X/2015 telah dicabut sehingga tidak boleh lagi ada kegiatan operasi produksi diwilayah tersebut," terangnya.
Lanjutnya, dengan merujuk surat rekomendasi DPRD Sulawesi Tenggara nomor 160/285 serta surat Dinas ESDM nomor 540/3.960 diduga PT. BPS kuat menyalahgunakan IUP OP yang dimiliki.
"PT. BPS ini izinnya adalah jenis batuan atau mineral bukan logam, tapi dilapangan diduga kuat telah mengangkut material ore nikel dan selama ini dikemas sebagai tanah urugan. Dan perlu diketahui juga bahwa kalau kita melihat surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara bernomor 122/2453/2018 disitu disebutkan juga bahwa wilayah operasi produksi milik PT. BPS ini masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan tidak memiliki IPPKH. Terbitnya IPPKH nanti pada tahun 2019 artinya operasi produksi sebelum itu tidak mengantongi IPPKH," tegas Sekjen JAPEMKUM.
Sementara itu Pihak Direktorat Penegakan Hukum KLHK menyampaikan akan segera mempelajari laporan tersebut guna mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
"Kami terima dulu serta mempelajarinya dan setelahnya akan berkoordinasi dengan tim, baru kemudian mengambil langkah-langkah yang diperlukan" tutupnya.
Reporter : Amiruddin Wata
Editor : Alfonds Wodi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar