Foto:(JournalTelegraf), aktivitas penggiat olahraga slackline |
JOURNALTELEGRAF - Para penggiat slackline ingin menunjukkan slackline bukan olahraga ekstrim seperti diduga banyak orang. Banyak yang mengira olahraga itu berisiko cedera berat hingga mengancam nyawa. Dengan pengawasan orang tua, bocah berusia empat tahun pun bisa diajak meniti tali untuk mengajarkan konsentrasi sejak dini.
Kali ini para penggiat olahraga ekstrim slackline melakukan atraksinya dengan mengaplikasikan standar protap covid-19, di Ruang Publik/Hijau Taman Tugu Adipura, Kelurahan Madidir Weru Kecamatan Madidir Kota Bitung. Rabu (17/06/2020).
Salah satu penggiat olahraga ekstrim Slack Line, Marco Mamuko mengatakan, Perlengkapan utama dalam olahraga ini adalah sebuah webbing, sebuah tali yang berbentuk pipih dengan diameter yang bervariasi, tergantung tingkat kemampuan dan yang paling rendah adalah 60 cm di tanah.
“Kategori pemula biasanya digunakan tali yang elastisitasnya lebih rendah dibanding tali yang dipakai untuk trik atau standar kompetisi, itu karena untuk meminimalisir pantulan agar tidak terlalu liar,” ujar Marco.
Dirinya menambahkan diperlukan pengetahuan dan teknik serta latihan dan di tuntut konsentrasi tinggi dengan keinginan yang kuat untuk mengatasi rasa takut, mendapat keseimbangan dan berhasil saat melintas diatas tali.
“Ada empat tahapan yang wajib di pelajari, tahap berdiri diatas tali, tahap berjalan diatas tali, tahap melakukan trik statis (tampa pantulan dalam kategori trickline)
dan tahap melakukan trik khas trickline,” ujarnya.
Eduard Mananohas menyampaikan, sayang kalau fasilitas publik seperti ini tidak dimanfaatkan dengan baik dan dilakukan dengan hal-hal positif.
“Dengan apa yang sudah kami lakukan saat ini, kiranya dapat membawa dampak positif bagi warga Kota Bitung untuk memanfaatkan fasilitas publik secara bertanggung jawab.” Pungkas Eduard.
Reporter/Editor : Alfonds Wodi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar