Ads

Kamis, 14 Mei 2020, Mei 14, 2020 WIB
Last Updated 2020-05-14T11:40:22Z
dpp IMMImam alfian

Catatan DPP IMM dari Perpres BPJS Hingga UU Minerba

JOURNALTELEGRAF - Pekan ini rakyat masyarakat Indonesia dikejutkan oleh pemerintah dan DPR yang masing - masing saling mengeluarkan produk aturan, Pemerintah dengan Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS, dan DPR yang merevisi UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi Undang - Undang baru. kenaikan iuran BPJS dan Pengeshan UU Minerba oleh DPR memperlihatkan wajah negara dalam logika korporatokrasi dan nir empati.

Pemerintah tak ubahnya sebuah perusahaan yang mengatur sistem organisasi untuk mencari keuntungan lewat kekuasaan dalam kebijakan kenaikan iuran bpjs ditengah rakyat yang sedang melarat akibat adanya wabah Covid - 19 ini. di sisi lain DPR yang seharusnya menjadi penyambung aspirasi masyarakat yang memiliki fungsi legislasi justru menjadi searah dengan pemerintah dengan melakukan revisi UU Minerba lama menjadi UU Minerba baru yang lebih memberikan angin segar kepada korporasi tambang, di tengah maraknya kritik yang dilakukan kelompok masyarakat sipil terhadap RUU Minerba yang saat ini di sahkan menjadi Undang -Undang.

disahkanya perubahan UU Minerba, Perusahaan tambang berpotensi menjadi alat perusak ekosistem kehidupan dengan aktifitasnya yang Menyasar hutan, air, tanah, serta polusi limbanhya yang mengancam kesehatan masyarakat. Selain itu, akses warga hilang karena undang-undang itu menunjukan imperialisme pertambangan tidak mengenal batas.

UU ini menjadi karpet merah bagi elit pemerintah, sebab beberapa perusahaan tambang memiliki afiliasi dengan para pemangku kepentingan di republik ini Seperti Toba Grup terafiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan, kemudian Bumi Resources afiliasi dengan Bakrie Grup. lingkaran kepentingan ini seolah menjadi cengkaman oligarki membuat pemerintah tidak lagi pro terhadap kepentingan rakyat melainkan korporasi perusak alam.

Selanjutnya soal BPJS, UU ini menjadi karpet merah bagi elit pemerintah, sebab beberapa perusahaan tambang memiliki afiliasi dengan para pemangku kepentingan di republik ini Seperti Toba Grup terafiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan, kemudian Bumi Resources afiliasi dengan Bakrie Grup. lingkaran kepentingan ini seolah menjadi cengkaman oligarki membuat pemerintah tidak lagi pro terhadap kepentingan rakyat melainkan korporasi perusak alam.

beberapa catatan kritis dari kelompok masyarakat ini seolah diabaikan, sama halnya dengan kasus RUU Cipta Kerja, DPR secara tertutup melakukan pembahasan terhadap UU Minerba, Menolak diadakannya dialog, dan kritikan seharusnya menjadi bagian dalam proses pembentukan Undang - Undang. puncaknya tanggal 12 Mei 2020 kemaren secara resmi DPR mengesahkan UU ini.

Selain itu soal BPJS, sebelumnya Mahkamah Agung pernah menolak rencana kenaikan iuran BPJS dalam Perpres No. 75/2019 dengan beberapa catatan

"Diskriminasi dalam pemberian pelayanan pada pasien; Pembatasan quota dan keterlambatan dokter dari jadwal yang sudah ditentukan; Pelayanan administrasi yang tidak professional, tidak maksimal dan bertele-tele; Sistem antrian, ketersediaan tempat tidur untuk rawat inap, dan prosedur yang menyulitkan bagi layanan cuci darah; Fasilitas yang tidak sesuai dengan fasilitas yang tertera pada kartu; Pasien terpaksa harus menambah biaya perawatan atau pasien harus menunggu untuk menjalani rawat inap; Obat-obatan yang disediakan oleh Pihak BPJS-Kesehatan semuanya adalah obat generik; dan lain-lain sebagainya"

Bahwa dampak-dampak tersebut, menurut Mahkamah Agung, adalah sebagai akibat dari adanya:

1. Ketidakseriusan Kementerian-kementerian terkait dalam berkoordinasi antara satu dengan yang lainnya dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jaminan sosial ini;
2. Ketidakjelasan eksistensi Dewan Jaminan Sosial Nasional dalam merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional, karena hingga saat ini pun boleh jadi masyarakat belum mengetahui institusi apa itu;
3. Adanya kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS;
4. Mandulnya Satuan Pengawas Internal BPJS dalam melaksanakan pengawasan, sehingga menimbulkan kesan adanya pembiaran terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi;

Menurut Mahkamah Agung, kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, tidak boleh dibebankan kepada masyarakat, dengan menaikkan Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres No. 75 Tahun 2019.

Artinya bahwa alasan penolakan kenaikan Iuran BPJS oleh MA hingga saat ini belum dilaksanakan oleh pemerintah, mulai dari perbaikan sistem manajerial hingga 'Quality Control'.

dalan kondisi yang semakin tidak menentu saat ini kenaikan BPJS menjadi masalah baru yang semakin memperparah kondisi masyarakat yang tengah melarat akibat dari wabah covid-19 yang memberi efek terhadap sektor ekonomi, mulai dari gelombang PHK yang membuat angka kemiskinan semakin naik, sektor daya beli masyarakat yang menurun membuat pelaku usaha UMKM ramai - ramai gulung tikar, artinya masyarakat saat ini berharap bantuan pemerintah. malah harus menerima kenyataan kenaikan BPJS.


berkaitan dengan persoalan tersebut DPP IMM memberi catatan :

1. DPR mengabaikan prinsip dasar dari pembentukan aturan dan perundang - undangan, dengan secara tertutup melakukan pembahasan terhadap UU Minerba,

2. Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Kenaikan BPJS, saat ini menjadi kontraproduktif dengan semakin menambah beban persoalan sosial dimasyarakat.

3. Pemerintah dan DPR dianggap tidak pro terhadap rakyat dalam kasus Kenaikan Iuran BPJS dan Pengesahan UU Minerba

4. Pemerintah dan DPR dianggal Nir empati dan terkesan menjalankan sistem Korporatokrasi dalam kasus kenaikan iuran BPJs dan Pengesahan UU Minerba

5. DPP IMM Menolak Perpres 64 Tahun 2020 Tentang Kenaikan Iuran BPJS dan Undang - Undang Minerba yang baru.

Penulis : Imam Alfian, Ketua Bidang Hikmah DPP IMM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar