Ads

Jumat, 24 April 2020, April 24, 2020 WIB
Last Updated 2020-04-24T11:17:59Z
NASIONAL

Tokoh Intelektual Politik Prof. Arief Budiman, Hembuskan Nafas Terakhir

JOURNALTELEGRAF- Tokoh aktivis politik, intelektual, penulis dan sosiologi, Dr. Arief Budiman yang juga merupakan kaka dari Soe Hok Gie meninggal dunia akibat sakit Parkinson yang selama lebih dari sepuluh tahun terakhir di hadapinya, Kamis (23/4/2020).
Foto : (istimewa) Dr. Arief Budiman

Diketahui Arief Budiman yang berusia 79 tahun itu, merupakan seorang professor di Melbourne University sejak 1997, dia tercatat memimpin program Indonesia kampus tersebut. Pemilik nama Tionghoa Soe Hok Djin ini, dikenal sebagai seorang yang pernah ikut menginisiasi menggulingkan kekuasaan Soekarno, pun di era Soeharto dia juga pernah terlibat dalam gerakan menyerukan Golput – Golongan Putih bersama intelektual dan pemikir liberal yang menolak pemilu 1971, Pemilu pertama kali di era orde baru.

Arief ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan pada 1963, yang menentang kegiatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) karena dianggap memasung kreativitas seniman. Pada 1964, dia menerima tawaran studi ke Belgia selama satu semester.

Saat pulang ke Indonesia, Arief juga terlibat dalam demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia untuk menjatuhkan Presiden Sukarno. Pada 1968, Arief lulus dari UI dengan mengkaji psikologi penyair modern Indonesia, Chairil Anwar, kelak dibukukan dengan judul Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan (1976). Pada 1970-an, dia memimpin gerakan anti-korupsi, melihat pemerintahan Soeharto tumbuh menjadi negara otoriter, mengeruk keuntungan pribadi dan mengabaikan nilai-nilai demokrasi.

Arief mulai aktif menulis saat mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.dia sangat aktif dalam kajian sosial dan kebudayaan, melahirkan banyak murid yang kritis atas problem-problem pembangunan di era Soeharto. Kampus ini juga menjadi episentrum gerakan rakyat dan mahasiswa menolak Waduk Kedungombo di Jawa Tengah.

Pada 1994, Bersama para dosen yang kritis, di antaranya George Junus Aditjondro dan Ariel Heryanto, mereka memprotes penunjukan rektor UKSW yang proses pemilihannya cacat pada 1994. Imbasnya, kampus melarang Arief mengajar. Ia pindah ke Australia untuk mengajar di Universitas Melbourne pada 1997.

Tulisan-tulisan Arief Budiman tersebar di berbagai media massa, di antaranya Kompas, Sinar Harapan, dan Indonesia Raya. Ia juga pernah menjadi editor Horison, jurnal sastra yang dibidani Mochtar Lubis. Buku-buku Arief Budiman, selain mengenai Chairil Anwar, adalah Pembagian Kerja Secara Seksual (1981), Jalan Demokratis ke Sosialisme: Pengalaman Chili di bawah Allende (1987)—berbasis disertasinya; Sistem Perekonomian Pancasila dan Ilmu Sosial di Indonesia (1990); dan Indonesia: The Uncertain Transition (co-editor dengan Damien Kingsbury, 2001). Pengalaman para koleganya dibukukan dalam antologi Arief Budiman (Soe Hok Djin) Melawan Tanpa Kebencian (2018).

Oleh banyak teman-teman aktivisnya merasa sangat kehilangan sosok intelektual kritis seperti Arief. Buku-bukunya juga menjadi banyak inspirasi oleh anak-anak aktivis sekarang. Salah satu pengamat politik nasional Ray Rangkuti pun tak bisa melepaskan kesedihannya. Menurutnya, Arief adalah sebuah sosok aktivis kritis yang murni berpikit tentang Indonesia.

Reporter : Amir Wata
Editor : Arham

Tidak ada komentar:

Posting Komentar