Ads

Rabu, 08 April 2020, April 08, 2020 WIB
Last Updated 2020-04-08T14:06:30Z
Opini

Potret Tumpang Tindihnya Kebijakan Penanganan COVID-19

JOURNALTELEGRAF - Secara definisi ada beberapa pandangan terkait kebijakan, salah satunya siskamto ahli politik dari UI (Universitas Indonesia) menyebutnya "kebijakan adalah tindakan politik dari pemerintah dalam menangani persoalan atau isu yang beredar di masyarakat". secara teoritis memang benar kebijakan adalah alat dalam menggapai tujuan tertentu, sehingga ketika melihat permasalahan yang ada harusnya demikian. Saya menyikapi hal yang terjadi sekarang ini adalah sebuah fenomena tidak biasa, leluhur dulu juga mengalami hal yang sama, bisa kita refleksikan dengan wabah di spanyol (Flue de espana) tahun 1819 dimana ketakutan akan wabah ini memakan korban 12 juta manusia jadi korban jiwa sebuah angka yang signifikan. (Sumber : Kompas.com/wabah sebelum corona dimuat 5 Maret 2020).

Foto : (dok. Pribadi FG) Fiki Gumeleng

Nah, saya sempat melihat di beberapa berita online yang beredar pada sosial media, dimana Covid 19 (Corona) adalah virus yang berbahaya bahkan baru-baru WHO Pada tanggal 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi yang telah mewabah keseluruh Negara di dunia. Di indonesia sebagian wilayah di beberapa kabupaten dan provinsi itu sudah masuk zona merah termasuk daerah saya sulawesi utara, dan website yang tersebar ada sekitar 2.926 Covid 19, dan meninggal 221 orang, yang sembuh ada sekitar 222 orang. Berarti jika di kurangi dengan 2.926 dikurangi yg meninggal dan sembuh maka kasus masih ada 2.483 kasus yang masih ada. Sekiranya ini menjadi catatan penting buat pemerintah. Apa terlebih kebijakan yang hadir tidak menyelesaikan masalah dan malahan sebaliknya. Bisa kita lihat apa yang di maklumatkan oleh Komisi 3 DPD RI ke pemerintah terkait Penanganan covid 19 yang tidak terkordinasi antara pemerintah pusat dan daerah (Kontradiktif) dalam mengambil kebijakan (Sumber : https://www.google.com/amp/s/wartakota.tribunnews.com/amp/2020/04/03/catatan-kritis-komite-iii-dpd-ri-terhadap-penanganan-pandemi-covid-19).


sebelumnya juga ada kebijakan dari Pemerintah dimana diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dimana beberapa instansi diliburkan baik kampus, sekolah, dan lain-lain, ini bagi saya sangat rancu sebab pemerintah sampai hari ini belum ada tindakan yang relevan dengan kebijakan yang dihadirkan, kalau katanya Senior saya tidak adanya Garansi atau jaminan ke masyarakat, kemudian masifnya keresahan mahasiswa yang diberlakukannya Kuliah Daring/Online membuat dilematis para penghuni kampus dan dosen-dosen juga merasakan hal itu. Di kampus saya di IAIN Manado misalnya, ada beberapa mahasiswa mengeluhkan itu, tapi belum adanya tindakan komprehensif dari pemerintah untuk membuat mereka Stay at home (Berdiam dirumah) dengan rasa nyaman. Di sisi lain, kebijakan PSBB sangat kontradiktif sebab, ada dilematis di bidang ekonomi posisi hari ini sangat dilematis kenapa dilematis ? Indonesia berada di 2 kaki antara menyelesaikan virus dan menyelesaikan ekonomi. Ekonomi menjadi alasan nomor 1 di mata masyarakat untuk bisa bertahan hidup (Kebutuhan primer), kemarin pada tgl 1 April 2020, Dollar mengoyak rupiah dengan kurs yg meng-anjlokkan rupiah 17.000 sekian, artinya indonesia akan memasuki juga fase krismon (krisis moneter) edisi ke empat sebelumnya edisi ke tiga di tahun 2009 dan terakhir 1997, Tetapi itu hal yang sudah menjadi konsekuensi di setiap negara.

Saya kembali ke topik bahwasanya kebijakan hadir tidak secara totalitas, melainkan setengah-setengah. usulan dari pak gubernur DKI jakarta Pak Anies baswedan untuk membuat karantina wilayah, dengan mengalokasikan anggaran daerah maupun Nasional yg dibahas untuk dimanfaatkan setengah anggaran terhadap penanganan pandemic ini, tetapi usul itu belum terealisasi, di aceh juga sudah menerapkan hal yang sama karantina wilayah tapi tidak total. Di beberapa daerah juga, di provinsi saya di sulawesi utara masih seperti wilayah lain walaupun sempat buming lockdown (Karantina wilayah) tetapi ketakutan ekonomi malahan yg di prioritaskan, ini aneh sebab di sulut sudah positif sekitar 8 orang yg terkonfirmasi, tetapi kebijakan belum ada yang bisa menangani covid 19. Di BMR (Bolaang Mongondow Raya) salah satu daerah terbesar di provinsi sulawesi utara besok 9 April Juga sama. Artinya kehawatiran dari pemerintah ada pada 2 posisi antara ekonomi dan keselamatan warga negara.

Dengan timpang tindihnya kebijakan yang dihadirkan seharusnya pemerintah sebagai wajah negara mampu bergerak lebih terkait ini, presiden ghana menyebutkan lebih baik lemah ekonomi, tapi jangan lemah pada keselamatan, ucapan ini sebenarnya tamparan terhadap indonesia bahwa tidak mampu berbuat lebih dalam menangani hal ini, seharusnya fokus utama adalah mampu menggolontorkan anggaran untuk melawan virus ini. realisasi UU nomor 6 tahun 2008 terkait Darurat Kesehatan masyarakat, seharusnya di jalankan, UU menjadi solusi juga untuk menangani hal ini namun pemerintah belum bisa pada tahap totalitas menangani hal ini. Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah menyelamatkan masyarakat, atau ekonomi ? Inilah sisi lain dari pandemic dan walpaper negara di mata masyarakat.

Memang virus ini dilawan bersama, anggaran yang besar bahkan triliunan harusnya membuat negara indonesia mampu menangani hal ini, dan kemudian harus ada garansi ke masyarakat seketika PSBB diberlakukan, maka garansi apa ke masyarakat secara umum, dan tidak hanya membijak pada kebijakan, namun harus sesuai dengan gerakan yang sama. Kemudian dibentuknya tim gugus tugas covid 19 gunakan aset negara SDM gunakan Tim medis terbaik, gunakan peneliti, keperawatan, peneliti analisis lingkungan, beberapa peneliti, dan mahasiswa di bidang kedokteran. Sumber Daya alam gunakan rumah sakit yang berstandar nasional maupun internasional. Rumah sakit pemerintah dan swasta.

Oleh : Fiki Gumeleng



Tidak ada komentar:

Posting Komentar