Foto: (istimewa) Maria Josephine Catherine Maramis atau Maria Walanda Maramis |
JOURNALTELEGRAF-Lahir pada
tanggal (01/12/1872) di Kema, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara
dengan nama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis atau yang lebih dikenal
sebagai Maria Walanda Maramis, beliau adalah salah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia atas usahanya untuk mengembangkan keadaan wanita di Indonesia pada
pewrmulaan awal abad ke-20.
Pada
tanggal (22/04/1924) beliau meninggal pada umur 51. Seperti yang dilansir dari
Wikipedia, Menurut Nicholas Graafland, dalam sebuah penerbitan
"Nederlandsche Zendeling Genootschap" tahun 1981, Maria ditahbiskan
sebagai salah satu perempuan teladan Minahasa yang memiliki "bakat
istimewa untuk menangkap mengenai apapun juga dan untuk mengembangkan daya
pikirnya, bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga lebih sering maju
daripada kaum lelaki".
Atas kerja keras yang
konsisten dan jasa-jasanya itu, Maria dianugerahi gelar pahlawan nasional
melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 12/K/1969 tanggal 20 Mei 1969. Dalam
surat yang ditandatangani Presiden Soeharto itu, Maria bersama dua tokoh
lainnya yakni Arie F Lasut dan Christina Martha Tiahahu dianugerahi gelar
pahlawan nasional.
Namun sayang
di era milenial ini masih banyak yang tak mengenal sosok Maria Walanda Maramis bahkan di
tanah kelahirannya sendiri di Negeri Nyiur Melambai.
Berdasarkan
himpunan data fakta menarik dari dokumen journaltelegraf.com dan wikipedia;
1.Hari Ibu
Maria Walanda Maramis
Setiap
tanggal 1 Desember, masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda
Maramis, sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan
emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan.
2. Patung
dan Jalan Maria Walanda Maramis
Untuk
mengenang jasanya, telah dibangun Patung Walanda Maramis yang terletak di
Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang, sekitar 15 menit dari pusat kota Manado
yang dapat ditempuh dengan angkutan darat dan juga sebuah jalan dengan nama
Maria Walanda Maramis.
3. Menikah
dengan Guru Bahasa
Maramis
menikah dengan Joseph Frederick Caselung Walanda, seorang guru bahasa pada
tahun 1890. Setelah pernikahannya dengan Walanda, ia lebih dikenal sebagai
Maria Walanda Maramis.
Mereka
mempunyai tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki. Dua anak mereka dikirim
ke sekolah guru di Betawi (Jakarta). Salah satu anak mereka, Anna Matuli
Walanda, kemudian menjadi guru dan ikut aktif dalam PIKAT bersama ibunya.
4. Maramis
Yatim Piatu sejak umur 6 tahun
Maramis
menjadi yatim piatu pada saat ia berumur enam tahun karena kedua orang tuanya
jatuh sakit dan meninggal dalam waktu yang singkat.
Paman
Maramis yaitu Rotinsulu yang waktu itu adalah Hukum Besar di Maumbi membawa
Maramis dan saudara-saudaranya ke Maumbi dan mengasuh dan membesarkan mereka di
sana. Maramis beserta kakak perempuannya dimasukkan ke Sekolah Melayu di
Maumbi. Sekolah itu mengajar ilmu dasar seperti membaca dan menulis serta
sedikit ilmu pengetahuan dan sejarah.
Ini adalah
satu-satunya pendidikan resmi yang diterima oleh Maramis dan kakak perempuannya
karena perempuan pada saat itu diharapkan untuk menikah dan mengasuh keluarga.
5. Pendiri
PIKAT
Setelah
pindah ke Manado, Maramis mulai menulis opini di surat kabar setempat yang
bernama Tjahaja Siang.
Dalam
artikel-artikelnya, ia menunjukkan pentingnya peranan ibu dalam keluarga di
mana adalah kewajiban ibu untuk mengasuh dan menjaga kesehatan anggota-anggota
keluarganya. Ibu juga yang memberi pendidikan awal kepada anak-anaknya.
Menyadari
wanita-wanita muda saat itu perlu dilengkapi dengan bekal untuk menjalani
peranan mereka sebagai pengasuh keluarga, Maramis bersama beberapa orang lain
mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada tanggal 8 Juli
1917.
Tujuan
organisasi ini adalah untuk mendidik kaum wanita yang tamat sekolah dasar dalam
hal-hal rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan,
dan sebagainya.
Melalui
kepemimpinan Maramis di dalam PIKAT, organisasi ini bertumbuh dengan dimulainya
cabang-cabang di Minahasa, seperti di Maumbi, Tondano, dan Motoling.
Cabang-cabang di Jawa juga terbentuk oleh ibu-ibu di sana seperti di Batavia,
Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang, dan Surabaya. Pada tanggal 2 Juni 1918, PIKAT
membuka sekolah Manado. Maramis terus aktif dalam PIKAT sampai pada kematiannya
pada tanggal 22 April 1924.
6. Dorongan
Bumi Minahasa
Pada akhir
abad 19 dan awal abad 20 terbagi banyak klan (walak) yang berada dalam proses
ke arah satu unit geopolitik yang disebut Minahasa dalam suatu tatanan kolonial
Hindia Belanda.
Sejalan
dengan hal ini Hindia Belanda mengadakan perubahan birokrasi dengan mengangkat
pejabat-pejabat tradisional sebagai pegawai pemerintah yang bergaji dan di
bawah kuasa soerang residen.
Komersialisasi
agraria melahirkan perkebunan-perkebunan kopi dan kemudian kopra membuat
ekonomi ekspor berkembang pesat, penanaman modal mengalir deras, dan kota-kota
lain tumbuh seperti Tondano, Tomohon, Kakaskasen, Sonder, Romboken, Kawangkoan,
dan Langowan.
7. Hak
pilih wanita di Minahasa
Pada tahun
1919, sebuah badan perwakilan dibentuk di Minahasa dengan nama Minahasa Raad.
Mulanya anggota-anggotanya ditentukan, tetapi pemilihan oleh rakyat
direncanakan untuk memilih wakil-wakil rakyat selanjutnya. Hanya laki-laki yang
bisa menjadi anggota pada waktu itu, tetapi Maramis berusaha supaya wanita juga
memilih wakil-wakil yang akan duduk di dalam badan perwakilan tersebut.
Usahanya berhasil pada tahun 1921 di mana keputusan datang dari Batavia yang
memperbolehkan wanita untuk memberi suara dalam pemilihan anggota-anggota
Minahasa Raad.
8. Tante
dari A.A.Maramis
Alexander
Andries Maramis atau yang banyak dikenal dengan AA Maramis, ditetapkan
Kementerian Sosial Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional tahun 2019.
Hal ini
ditetapkan berdasarkan pertemuan Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan
dengan Presiden Joko Widodo pada 6 November 2019 lalu.
Pria
kelahiran Manado 20 Juni 1879 ini merupakan pendiri bangsa bersama-sama Bung
Karno dan Bung Hatta dalam merumuskan dasar negara termasuk merumuskan
nilai-nilai Pancasila.
AA Maramis
sendiri memiliki seorang tante yang juga adalah seorang Pahlawan, ia adalah
Maria Walanda Maramis.
Walanda
adalah anak bungsu dari tiga bersaudara di mana kakak perempuannya bernama
Antje dan kakak laki-lakinya bernama Andries.
Andries
Maramis adalah ayah dari AA Maramis yang terlibat dalam pergolakan kemerdekaan
Indonesia dan menjadi menteri dan duta besar dalam pemerintahan Indonesia pada
mulanya.
Orang tua
Walanda bernama Maramis dan Sarah Rotinsulu.
Penulis:
Richardo Pangalerang
Sumber:
Wikipedia/dok.journaltelegraf.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar