Ads

Jumat, 27 Maret 2020, Maret 27, 2020 WIB
Last Updated 2020-03-27T10:09:46Z
Opini

COVID 19, Pembunuhan yang Menguntungkan Bisnis ?

JOURNALTELEGRAF - Kemunculan virus Corona yang kini menjadi pandemi global masih menjadi misteri. Baik peneliti maupun ilmuwan belum menemukan secara pasti sumber virus muncul. Pada titik itu, berbagai dugaan atau teori konspirasi mengenai kemunculan virus corona berseliweran. Seperti diketahui, Iran dan China sebagai negara yang termasuk paling terdampak, menuding Amerika Serikat menciptakan virus corona sebagai senjata biologis, ataukah ada kepentingan bisinis yang mengunguntkan?. Berbagai dugaan merupakan sebuah kewajaran, mengingat belum ada keterangan resmi dan kemungkinan tidak akan pernah ada keterangan resmi dari siapapun, Negara mananpun atau perusahan apapun. Tapi yang pasti sejarah akan pelan-pelan mengurai tabir misteri ini.

BELAJAR PADA KASUS FLU BURUNG

Jika belajar pada kasus flu burung Seorang peneliti dari Global Research California Amerika Serikat, F William Enghdahl, membuat tiga tulisan yang menguraikan pihak yang diuntungkan dibalik serbuan flu burung. Pertama, “Is Avian Influenza Another Pentagon Hoax? (Apakah Flu Burung itu Hanya Gurauan Pentagon?), Enghdahl memulai tulisannya dengan dua pertanyaan penting. Pertanyaan pertama, bagaimana bisa, hanya satu perusahan yang memonopoli peredaran obat flu burung, Tamiflu di seluruh dunia ?. hingga kini monopoli dipegang perusahan patungan AS-Swiss. Roche Holdings. Pertanyaan kedua Enghdahl, tidakkah aneh bila pemusnahan jutaan unggas ternyata lebih menyentuh unggas-unggas milik peternak kecil di Asia, dibanding ternak milik perusahan peternakan raksasa terutama milik Amerika Serikat ?.

Tulisan kedua Enghdahl, Bird Flu and Chicken Factory Farms: Profit Bonanza for US Agribusness (Flu Burung dan Pabrik Peternakan Ayam; Panen Untung Buat Agrobisnis Amerika Serikat).  Tulisan Ketiga. Bird Flu: A Corporate Bonanza for the Biotech Industry, Tamiflu, Vistide, and The Pentagon Agenda (Flu Burung: Panen Untung bagi Perusahan Industri Bioteknologi, Tamiflu, Visitide, dan Agenda Pentagon). Menurut Enghdahl, terlepas dari kemampuan Tamiflu memberantas flu burung, peredaraanya yang dimonopoli Roche terbukti hanya mengungtungkan segelintir pihak. Beberapa pihak tersebut merupakan mantan pejabat dan pejabat Pemerintah Amerika, seperti Mantan Menteri Pertahanan, Donald H Rumsfeld dan mantan Menteri Luar Negeri George P Shultz.

Tamiflu ditemukan dan dipatenkan pada 1996 oleh sebuah perusahan bioteknologi bernama Gilead Sciences Inc. Gilead saat ini terdaftar di Nasdaq (bursa kedua di Amerika) dengan kode GILD. Adapun George Shultz meraup untung setidaknya 7 juta dollar AS dari hasil penjualan saham Gilead, sejalan dengan menyebarnya flu burung ke seluruh dunia, saham Gilead sejak 2001 terus melejit. Dari posisi tujuh dollar AS per lembar di tahun 2001 kemudian mengalami kenaikan secara terus-menerus hingga saat ini dan diperikirakan kapitalisasi pasar Gilead mencapai 30 milliar dollar, lalu apa hubungan Gilead dengan Roche ?.

Gilead menyerahkan hak pemasaran dan paten obat-obatanya (terutama Tamiflu) kepada Hoffman La Roche, dengan begitu dari setiap Tamiflu yang dijual Roche, Gilead mendapat bagian 10 persen keuntungan. Dominasi Roche terhadap Tamflu makin tak tertahan, Roche menolak permintaan Kongres Amerika yang memintanya melepas hak eksklusif atas Tamiflu untuk diberikan kepada perusahan farmasi lain. Alasan penolakan Roche, saat ini flu burung masih menyerang berbagai penjuru dunia. Menurut Roche, perusahan farmasi lain tiak dapat memproduksi Tamiflu dengan kecepatan produksi sebanding Roche. Dipihak lain ada lima perusahan raksasa Amerika yang bergera di industry peternakan ayam. Mereka adalah Tyson Foods, Goldiskt Inc, Pilgrim’s Pride, Con agra Poultry, dan Perdue Farms. Dari kelimanya, Tyson adalah terbesar di dunia, dengan kapasitas produksi 77,5 juta kilogram daging ayam per pecan. Anehanya, menurut Enghdahl, kasus flu burung justeru tidak muncul dari perusahan-perusahan besar tersebut. Flu burung hanya hinggap din ungags peternak kecil di Asia. mengenai persoalan ini, Direktur Utama Tyson Foods, Greg Lee, mengatakan industry peternakan AS sangat berbeda dengan Asia. “kami lebih melindungi ternah kami dari penyakit”.

Laporan FAO, sepanjang tahun 2004, flu burung telah menyebar hampir ke seluruh Asia, akibatnya, Thailand an China bahkan dilarang mengekspor ayam ke luar negeri. Pada saat yang sama permintaan ayam Asia tentu harus di penuho. Ketika Thailand dan Cina dilarang itulah, perusahan Amerika masuk. Jepang yang rakyatnya doyan makan ayam, harus mengalihkan impor ke Amerika, lebih jauh, virus H5NI telah memunculkan keganjilan-keganjilan sejak awal.

#DIGUBUKDERITAAJA AKU BERTANYA.

Dari uraian singkat diatas, maka dari #digubukderitaaja, aku bertanya, apakah Covid 19 direkayasa demi kepentingan bisnis seperti yang diuraikan Enghdahl pada kasus flu burung tersebut diatas atau rekayasa untuk kepentingan senjata biologi Amerika seperti yang dituduhkan Iran dan China ataukah virus cina seperti twit Donald Trump ataukah hanya sejenis virus yang bererevolusi secara alamiah. Semua pertanyaan ini akan terjawab 10 tahun yang akan datang. Tapi bisa juga dijawab sekarang kalau Intelijen kita berani membuka, coba aja berani, pasti digebukin, di gebukin oleh siapa..? Tentu oleh yang punya kekuatan, siapa  itu yang punya kekuatan..? Silakan cari tahu sendiri jawabannya..kan kalian dirumah aja,!

Oleh : Razikin Juraid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar