Ads

Rabu, 04 Maret 2020, Maret 04, 2020 WIB
Last Updated 2020-03-04T16:00:54Z
Opini

Berharap Pada Keadilan Elite dan Keadailan Sosial

JOURNALTELEGRAF - Beberapa waktu penulis pernah menyinggung tema yang sama. Tema seperti ini hemat saya akan terus relefan dimana saja dan kapan saja.

Foto : (koleksi pribadi Syam Inay)

Biasanya apabila kita bicara tentang "adil", kita secara spontan berfikir tentang keadilan sosial. Kita berpikir tentang adil terhadap sesamanya; untuk memberikan kepadanya apa yang menjadi haknya dan memperlakukan siapa saja tanpa diskriminasi dalam situasi yang sama.

Misalnya, sebagai pengajar, saya harus memberikan nilai yang adil, yang sesuai dengan prestasi siswa masing-masing, dengan memakai tolak ukur yang sama bagi semua peserta ujian. Kalau saya memberikan angka lebih baik kepada siswa yang disukai daripada kepada yang lain-lain, tentu keadilan sosial tergantung dari kehendak baik atau buruk masing-masing individu?.

Tetapi, apakah keadilan terlaksana tidak hanya tergantung dari kehendak masing-masing orang yang terlibat dalam suatu transaksi. Sebagai contoh, kita dapat mengambil hak pekerja atas upah yang adil.

Memberikan sesuatu pada anak-anak dengan usia dan beban hidup yang beda-beda juga perlu dipertimbangkan, apakah sama nilai barang diberikan kepada seorang anak usia SD dengan yang Mahasiswa, atau anak usia TK dengan yang SLTP, tentu akan berbeda-beda. Lantas karena adil disamaratakan tentu sikap itu hemat saya itu tisak adil dan proposional. Seharusnya diberi sesuai tingkat beban hidup dan kebutuhan masing-masing.

Tidak perlu kita di sini memasuki permasalahan yang sangat rumit, bagaimana caranya untuk menentukan upah yang adil tidak hanya tergantung dari sikap sosial atau adil masing-masing majikan yang bersangkutan. Ketidak adilan struktur itulah yang disebut ketidakadilan ekonomi.

Maka keadilan sosial dapat kita definisikan sebagai keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari proses-proses ekonomi, politik sosial, budaya dan idiologi dalam masyarakat.

Terwujudnya ketidakadilan sosial, apabila Rakyat mimilih seorang individu untuk dijadikan pemimpin mereka namun setelah duduk ia tidak menjalankan amanah dengan baik, janji-janji politiknya dihiyanati, melayani mereka yamg pendukung dan kroni-kroninya saja, maka ini dikatakan "ketidak adilan sosial". Betapa pun rakyat berusaha, tetap tidak  memperoleh apa yang menjadi hak mereka.

Bahwa mengusahakan keadilan sosial merupakan salah satu kewajiban pemimpin pemerintah, negara atau pun perusahaan  suwasta yang paling fundamental tidak perlu diutarakan dengan panjang lebar. Keadilan sosial harus distribusikan dengan hati dan pikiran yang jernih tampa ada paksaan dan tekanan dari manapun.

Adil semenjak dalam pikiran dan juga dalam perbuatan. Harapan bahwa keadilan sosial dapat diciptakan semata-mata dari atas menara kekuasaan adalah naif. Bukan seakan-akan para pengusa niscaya bersikap acuh terhadap nasip orang kecil, "sering memang demikian".

Jadi untuk membongkar ketidakadilan sosial maka semua golongan sosial harus dapat berpartisipasi dalam kehidupan politik.

Kesediaan untuk menciptakan keadilan sosial mengandalkan kesadaran "keadilan elite" yang berkuasa untuk mau membuka monopolinya atas kekuasaan secara demokratis. Kesediaan inilah yang harus diperjuangkan sama-sama.

Tampa demokrasi yang nyata, keadilan sosial pasti tinggal impian, yang perlu direalisasikan adalah hak-hak dasar untuk berkumpul, berserikat, berpartisipasi, dalam kehidupan politik untuk menyatakan pendapatnya, untuk mengkritik, kebebasan pers, dan di lain pihak usaha untuk semakin menjamin kepastian hukum. Hak-hak inilah yang perlu diperjuangkan.

Sebab Esok kita akan menyaksikan fajar terbit di Ufuk Timur dan terbenam di Ufuk Barat dengan damai dan bahagia bila Keadilan Sosial dirasakan sepenuhnya oleh Rakyat kebanyakan tampa diskriminasi dan mengabaikan kepentingan umum.


Oleh: Syam Inay
           Teluk Bintuni, Papua Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar