Foto: (istimewa) |
Komisioner Bawaslu Muh. Hafifuddin mengatakan untuk mencegah terjadinya hal seperti itu, maka pihaknya akan melakukan berbagai cara mengantisipasinya. Salah satunya adalah dengan mengandeng tokoh agama agar suasana Pilkada 2020 terjadi dengan aman, damai dan tentram dan tidak terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran.
"Pentingnya tokoh agama dalam mengantisipasi potensi pelanggaran pemilu, sehingga dengan meluncurkan IKP sebagai metode untuk mengantisipasi agar kerawanan tidak terjadi di pilkada 2020 dengan mengandeng tokoh agama," pungkas Hafif dalam Konferensi Pers seusai peluncuran IKP 2020, Jakarta, Selasa (25/02/2020).
Namun, Hafif juga tak menampik bahwa metode IKP ini juga memiliki kekurangan, hal ini karena IKP berbasiskan kuantitatif masa lalu, sehingga kasus-kasus besar di masa lalu tetap dianggap sama untuk dilakukan masa akan datang.
Sehingga, Hafif juga menitikberatkan pada dimensi-dimensi lain seperti IKP diliat dari dimensi sosial dan politik, dimensi pemilu yang bebas dan adil, serta dimensi kontestasi.
"Nah, dimensi kontestasi yang paling rumit, karena banyaknya kepala daerah yang menjadi calon kepala daerah, sehingga keterlibatan ASN serta penggunaan fasilitas negara harus diantisipasi dan dilakukan pengawasan yang ketat," kata Hafif.
Sementara dimensi lainnya, adalah dimensi partisipasi Politik, saat ini Bawaslu membacanya partisipasi politik masyarakat dibawah 77,5%. Hal ini juga diliat dari relasi kuasa, seperti anak pejabat negara yang maju menjadi calon.
Reporter: Amiruddin Wata
Editor: Richardo Pangalerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar